Wednesday 1 January 2014

FJ - 6. BEBERAPA PERSOALAN YANG BERKAITAN DENGAN MEMANDIKAN JENAZAH




1.  Air yang digunakan memandikan jenazah adalah air yang suci mensucikan. Adapun batas minimal memandikan adalah menghilangkan najis dan membasuh dengan air suci seluruh anggota badan yang nampak, termasuk bagian dalam kulup orang yang belum dikhitan.
Dalam kondisi bagian dalam kulup tersebut tidak bisa dibuka, sehingga najis tidak bisa dihilangkan, maka bagian tersebut cukup ditayamumi, sedangkan bagian tubuh lainnya dimandikan.
Cara mentayamumi Jenazah :
a. Meletakkan telapak tangan pada debu suci, kemudian mengusapkannya pada wajah jenazah disertai dengan niat :

نَـوَيْتُ التَّيَمُّمَ عَنْ تَحْتِ قُلْفَةِ هَذَا الْمَيِّتِ لِلَّهِ تَعَالَى
Aku sengaja (niat) mentayamumi bagian dalam kulup mayit ini karena Alloh Ta’ala
b. Meletakkan kedua telapak tangan pada debu suci, kemudian mengusapkannya pada kedua tangan jenazah (= tangan kiri petugas mengusap tangan kanan jenazah, dan tangan kanan petugas mengusap tangan kiri jenazah).

2. Memandikan jenazah tidak diwajibkan niat. Dengan demikian, sah hukumnya memandikan jenazah tanpa niat. Namun jika disertai dengan niat, itu lebih baik dan sunnah hukumnya[1].

3. Jenazah orang yang mati karena tenggelam wajib dimandikan lagi.

4. Orang yang boleh memandikan jenazah ialah orang yang sama jenis kelaminnya. Isteri boleh memandikan jenazah suaminya, dan suami boleh memandikan jenazah isterinya. Akan tetapi disunnahkan untuk tidak sampai menyentuh kulit jenazah tersebut. Misalnya dengan cara memakai sarung tangan atau lapisan lainnya.

5.  Setelah jenazah dimandikan, ternyata masih ada najis yang keluar dari tubuhnya (misalnya kotoran, air kencing, darah, nanah dan sejenisnya), ia tidak wajib dimandikan ulang, akan tetapi cukup dibersihkan dari najis tersebut.

6. Jenazah orang yang berambut kental, atau di kulit kepalanya terdapat darah kering akibat dari bekas luka, maka rambutnya wajib dicukur. Namun sewaktu mengkafani, rambut tersebut harus ikut dimasukkan kedalam kain kafan.

7. Jenazah yang sudah terlanjur dikubur, namun dalam keadaan belum dimandikan, kuburannya wajib digali dan jenazahnya diambil untuk dimandikan, dengan syarat jenazah tersebut belum rusak atau berubah baunya. Jika sudah rusak atau berbau, maka haram menggali kuburannya.

8. Orang yang berhak memandikan jenazah adalah orang Islam.  Orang non Islam tidak berhak, karena memandikan jenazah adalah bernilai ibadah.
Kriteria orang yang bertugas memandikan dianjurkan :
a. Mengerti tata aturan hukum memandikan jenazah. Jika tidak demikian, maka akan dikhawatirkan tidak dapat memenuhi ketentuan dan sahnya memandikan.
b. Memiliki sikap Amanah dan berusaha untuk merahasiakan apa saja yang dilihatnya dari jenazah. Jika tidak demikian, maka akan dikhatirkan mudah menceritakan rahasia apa saja yang dilihatnya.
c.  Menjaga pandangan mata untuk bebas melihat tubuh jenazah, kecuali sekedar keperluan
d.  Menyebarkan kebaikan-kebaikan yang nampak pada jasad jenazah. Misalnya tentang wajahnya yang bersinar, nampak selalu tersenyum, dan sejenisnya.
e.  Bila memerlukan tenaga bantuan, sebaiknya memilih orang yang berhak dan memenuhi ketentuan di atas.
f. Anak-anaknya sebaiknya ikut serta membantu petugas (Imamuddin) memandikan jenazah, sebagai bentuk dari birrul walidain.

9. Memandikan jenazah disunnahkan di tempat yang tertutup dan beratap. Bukan di tempat yang terbuka.


---------------------------------------------------

Sumber : Buku “Tatacara NU Merawat Jenazah”, oleh Tim Penyusun PCNU Kota Surabaya, diterbitkan oleh PC.LTNNU Kota Surabaya, cet.1 - 2011.








[1] ) KH Misbah, Masailul Janaiz wal Barzah, hal. 25

No comments:

Post a Comment