Wednesday 1 January 2014

FJ - 4. TATACARA MERAWAT MUHDHOR YANG BARU SAJA MENINGGAL DUNIA




Tatacara merawat muhtadhor yang baru saja meninggal dunia, antara lain :
 1. Memejamkan kedua matanya, dengan cara mengusapkan telapak tangan ke mukanya secara halus dan lembut, sambil membaca  :
بِسْمِ اللَّهِ وَ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللَّهِ . اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ، وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ،
Dengan menyebut asma’ Alloh dan mengikuti millah (agama/tatacara) Rosululloh. Ya Alloh, ampunilah dia, rahmati dia dan tinggikan derajatnya bersama orang-orang yang memperoleh petunjuk
Nabi bersabda:
إِذَا حَضَرْتُمْ مَوْتَاكُمْ فَأَغْمِضُوْا الْبَصَرَ فَإِنَّ الْبَصَرَ يَتْبَعُ  الرُّوْحَ وَ قُوْلُوْا خَيْرًا  فَإِنَّهُمْ يُؤَمِّنُوْنَ عَلَى مَا قَالَ اَهْلُ الْمَيِّتِ
Bila mendatangi mayit, tutuplah matanya, karena mata itu mengikuti ruh dan ucapkan (doa) yang baik, karena malaikat akan mengamini apa yang diucapkan oleh keluarga si mayit” (HR Ahmad, dari Syaddad)

Bila mengalami kesulitan, maka tariklah kedua lengan dan kedua ibu jari kakinya secara bersamaan, Insya Alloh kedua matanya akan terpejam dengan sendirinya.[1]

2. Merapatkan mulutnya yang masih “menganga” (terbuka), antara lain dengan cara  mengikatkan dagunya dengan kain selendang yang agak lebar ke atas kepala.[2]

3.  Meluruskan dan melemaskan ruas-ruas tulangnya. Misalnya dengan cara  mengolesinya pakai minyak, menggerak-gerakkan dan melekukkan tangan pada lengan, betis pada paha, paha pada perut , dan juga menggerakkan jari-jari tangan dan kaki.[3]

4. Seluruh pakaian yang menempel dilepas, dan seluruh tubuhnya dari arah kepala sampai kaki ditutup dengan kain tipis,[4] misalnya sarung, serban, selimut dan sejenisnya. Kecuali jenazah orang yang sedang ihrom. Jika lelaki, kepalanya harus dibiarkan terbuka dan jika perempuan, wajahnya tidak boleh ditutup

5. Lambung jenazah sebaiknya dibebani barang atau diikat (disabuki) dengan kain. Tujuannya adalah agar perut tidak menggelembung.

6. Jenazah sebaiknya dibaringkan dan dihadapkan ke arah kiblat. Diantaranya dengan cara :
a. Dibaringkan pada lambung kanannya dan wajah menghadap ke kiblat. Dalam hal ini, posisi kepala di utara dan kaki di selatan.
b. Dibaringkan pada lambung kirinya dan wajah menghadap ke kiblat. Dalam hal ini, posisi kepala di selatan dan kaki di utara.
c. Dibaringkan dengan cara terlentang membujur ke timur dan wajah menghadap ke arah kiblat. Dalam hal ini posisi kepala di arah timur dengan diberi alas bantal, dan telapak kaki di arah barat menghadap ke kiblat.

7. Mengasapi dengan bau-bauan yang harum, misalnya dengan cara membakar dupa wangi, menyemprotkan wewangian (bayfresh) dan semisalnya di sekitar jenazah. Tujuannya adalah untuk mengusir bau busuk dan tidak segar yang keluar dari tubuh mayit.

8. Mensedekapkan tangan diatas lambungnya, bukan diatas dadanya. Diantara hikmahnya adalah sekalian berfungsi untuk menekan lambungnya agar tidak menggelembung.

9. Membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, surat Yasin, bacaan tahlil dan kalimat thoyyibah lainnya.[5]
Nabi SAW bersabda :
إِذَا قُرِئَتْ  يَعْنِي يس لِمَيِّتٍ خُفِّفَّ عَنْهُ بِهَا
 Bila dibacakan surat Yasin untuk mayit, hal itu akan meringankannya” (HR Ahmad, dari Shofwan)

10. Segera melunasi hutang-hutangnya dan melaksanakan wasiatnya.[6]
Hutang jenazah meliputi hutang kepada sesama manusia dan kepada Alloh. Pelunasan hutang kepada sesama manusia dapat diselesaikan oleh ahli waris atau keluarga dekat yang ditunjuk, dengan cara mengambil dari harta tinggalannya (bila ada) atau dibebankan pada ahli warisnya. Hal ini sebaiknya dilakukan sebelum penguburan. Bila tidak memungkinkan, segera dilunasi setelah penguburan. Demikian pula hutangnya kepada Alloh, seperti meninggalkan sholat fardhu, puasa,[7] zakat, haji, nadzar dan lainnya, juga segera dibayar (diqodho’) oleh keluarganya, dan boleh juga diwakilkan kepada orang lain yang ditunjuk.
Betapa pentingnya hutang jenazah ini harus dilunasi, sehingga Rosululloh SAW bersabda :
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّـقَةٌ اَوْ مُرْتَهَنَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى دَيْنُهُ  (رواه أحمد و ابن مَاجه و الترمذي  , عن أبي هريرة)

“Roh orang mukmin tergantung atau tergadai disebabkan hutangnya, sehingga hutangnya itu dibayar” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi, dari Abu Hurairah)

11. Disunnahkan segera menyelenggarakan tajhizul janazah (memandikan, mengkafani, mensholati dan memakamkan), bila dinyatakan benar-benar telah meninggal, karena dikhawatirkan berubah (membusuk).[8]

12. Disunnahkan berta’ziyah (melayat) kepada keluarganya, dengan tujuan untuk menghibur keluarganya agar tetap sabar dalam menghadapi musibah kematian. Selama hal ini tidak disertai dengan ikut-ikutan meratapi kematian (niyahah) atau larut dalam kedukaan seolah-olah tidak terima dengan takdir kematian tersebut, apalagi sampai merobek-robek pakaian, menangis keras-keras, memacahkan gelas-piring dan sejenisnya sebagaimana perilakunya kaum jahiliyah.
Nabi bersabda :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ  الْخُدُوْدَ   وَشَقَّ الْجُيُوْبَ  وَ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ  (متّفق عليه  عن ابن مسعود)
Tidak termasuk golonganku, yaitu orang yang memukuli pipi, merobek-robek kerah baju, dan berdoa seperti doa orang-orang jahiliyah (atas meninggalnya seseorang)” (Muttafaq ’Alaih, dari Ibnu Mas’ud)
Termasuk dalam kategori ratapan yang dilarang ini adalah secara sengaja mengenakan pakaian serba hitam sebagai lambang duka cita atau kesedihan.[9]

13. Disunnahkan mengumumkan berita kematian kepada pihak keluarga sahabatnya, orang-orang sholeh, dan masyarakat umum, agar mereka mendoakan kebaikan untuknya dan ikut memperoleh pahala dalam proses tajhizul janazah, seperti ikut mensholati, mengiringkan jenazah ke kubur, berta’ziyah, tahlilan, dll.
أَنَّ الَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى لِلنَّاسِ النَّجَاشِيَّ فِى الْيَوْمِ الَّذِيْ مَاتَ فِيْهِ وَخَرَجَ  بِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى فَصَفَّ أَصْحَابَهُ وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا
“Bahwa Rpsululloh SAW memberitahukan kepada orang-orang tentang kematian raja Najasyi pada hari wafatnya. Beliau keluar bersama mereka menuju ke musholla, lalu mengatur shof para sahabatnya dan mensholatinya dengan empat kali takbir”. (HR Jama’ah, dari Abu Hurairah)

 ---------------------------------------------------

Sumber : Buku “Tatacara NU Merawat Jenazah”, oleh Tim Penyusun PCNU Kota Surabaya, diterbitkan oleh PC.LTNNU Kota Surabaya, cet.1 - 2011.




[1] ) Kasyifatus Saja, hal. 100
[2] ) Lihat kitab Masailul Janaiz walBarzakh. (Terj. Merawat Jenazah dan Kehidupan di Alam Barzakh),  hal. 18
[3] ) Syamsuddin Muhammad bin Abil Abbas Ar-Romli, Nihayatul Muhtaj, II/438
[4] ) Siti ‘Aisyah meriwayatkan :
إِنَّ النَّبِيَّ    لَمَّا مَاتَ سُجِّيَ بِثَوْبٍ حَبْرَةٍ
Sewaktu wafat, Nabi e ditutupi dengan kain tipis

[5] ) Muhammad Asy-Syaukani, Nailul Author, IV/52.
[6] ) Imam An-Nawawi, Al-Majmu’  V/123-124.
[7] ) Hutang sholat dan puasa dibayar dengan cara di-qodho’, atau boleh ditebus (fidyah) dengan beras.  Untuk satu kali sholat fardhu, fidyahnya adalah 1 mud beras. Sedang untuk puasa, fidyahnya adalah 1 mud beras kali banyaknya hari yang ditinggalkan.  (Baca : I’anatut Tholibin, I/24 dan II/242-244).

[8] ) Wahbah az-Zuhaili, Fiqhul Islam wa Adillatuhu, V/456

[9] ) Fatawa al-Hindi, I/168

No comments:

Post a Comment