Wednesday 1 January 2014

FJ - 3. TATACARA MERAWAT MUHTADHOR DALAM MENGHADAPI KEMATIANNYA





Muhtadhor adalah orang yang sedang menghadapi proses kematian (naza’, sekarat). Ketika mengetahui muhtadhor yang sedang naza’, orang-orang yang ada di dekatnya disunnahkan melakukan hal-hal berikut : 

1. Menghadapkan wajah ke arah kiblat.
Muhtadhor sebaiknya dihadapkan ke arah kiblat. Hikmahnya adalah agar seseorang selama hidup dan matinya selalu dalam keadaan menghadap ke kiblat.[1]
Ada beberapa cara menghadapkan muhtadhor ke arah kiblat. Diantaranya :
a. Dibaringkan pada lambung kanannya dan wajah menghadap ke kiblat. Dalam hal ini, posisi kepala di utara dan kaki di selatan.
b. Dibaringkan pada lambung kirinya dan wajah menghadap ke kiblat. Dalam hal ini, posisi kepala di selatan dan kaki di utara..
c. Dibaringkan dengan cara terlentang membujur ke timur dan wajah menghadap ke arah kiblat. Dalam hal ini posisi kepala di timur dengan diberi alas bantal, dan telapak kaki di barat menghadap ke kiblat.

2. Mendorongnya untuk berhusnuzhon.
Kondisi muhtadhor berbeda-beda ketika sedang dalam menghadapi proses kematian,. Ada yang merasa sudah siap mati dan berharap agar proses kematiannya dipercepat sehingga dapat segera bertemu dengan “Sang Kekasih” Alloh SWT. Dan ada pula yang merasa belum siap, disebabkan masih merasa bahwa amal sholeh yang dipersiapkannya sangat sedikit, sementara dosa yang diperbuatnya sangat banyak. Bahkan ada yang seperti orang kebingungan : antara siap dan tidak, serta terlihat merasa putus asa.
Begitu mengetahui kondisi tersebut, keluarga dekatnya dan siapa saja yang ada di dekatnya disunnahkan untuk memberi semangat dan dorongan kepadanya agar ber-husnuzhon (berbaik sangka) kepada Alloh SWT,[2] bahwa kematian merupakan suatu kepastian yang tidak bisa ditawar-tawar dan harus dihadapi dengan sabar dan tawakkal, seraya berharap kepada Alloh agar diberi curahan rahmat dan maghfiroh, serta mati dalam keadaan husnul khotimah.
Rosululloh SAW bersabda :
لاَ يَمُوْتَنَّ اَحَدُكُمْ اِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ تَعَالَى
Seorang diantara kalian jangan sekali-kali mati kecuali dalam keadaan berkhusnu zhon (berbaik sangka) kepada Alloh SWT

3. Menuntun (mentalqin) membaca Kalimat Tauhid
Keluarga dekatnya atau siapa saja yang ada di sampingnya disunnahkan mentalqin (menuntun) muhtadhor dengan bacaan : لَا إِلَهَ أِلَّا اللَّه”., sesuai sabda Nabi SAW :
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Tuntunlah membaca LAA ILAAHA ILLALLOH pada orang yang akan mati diantara kamu” (HR Abu Sa’id Al-Khudriy)
Talqin sebaiknya dilakukan secara sabar, santun, lemah lembut, tidak terkesan memaksa, dan tidak menimbulkan kebosanan bagi muhtadhor. 
Jika ucapan tahlil tersebut dirasa terlalu panjang, sulit atau berat, dapat diganti dengan ucapan اَللَّهْ ...  اَللَّهْ  ...  اَللَّهْ .... Yang terpenting adalah bahwa ketika menghembuskan nafas yang terakhir, dia dalam kondisi mengingat  dan mengakui keesaan Alloh. Dengan kata lain, kalimat tauhid merupakan kalimat penutup yang keluar dari mulutnya. Dengan begitu, maka ada harapan baginya untuk masuk surga.
Sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ كَانَ  آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Barang siapa yang ketika akhir hidupnya mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLOOH,  maka ia masuk surga” (HR Abu Dawud dan Hakim)


4. Membacakan ayat Al-Qur’an, terutama Surat Yasin dengan suara keras dan Surat Ar-Ra’du dengan suara lirih’.
Nabi SAW bersabda :
اِقْرَؤُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ  يس
Bacakan Surat Yasin pada orang-orang yang akan mati (naza’) di kalangan kalian” (HR Ibnu Majah dan Ahmad).
Hikmah pembacaan surat Yasin sebagaimana yang dijelaskan oleh Sayyid Muhammad Abdulloh Al-Jurjani dalam kitab Fathul ’Allam adalah untuk meringankan penderitaan sewaktu naza’, sehingga ia mati dalam keadaan segar.
إِنَّهُ إِذَا قُرِئَ عِنْدَهُ يَمُوْتُ  رَيَّانًا وَ يَدْخُلُ قَبْرَهُ رَيَّانًا
Apabila dibacakan (surat Yasin) di sampingnya, maka ia akan meninggal dalam keadaan segar (enak, gembira, mudah) dan masuk kuburnya dalam keadaan segar[3]
Sedangkan hikmah pembacaan surat Ar-Ra’du adalah untuk memudahkan proses keluarnya ruh dari badan, sebagaimana yang dikatakan oleh Jabir bin Zaid.
اِقْرَؤُوْا  عَلَى مَوْتَاكُمْ  سُوْرَةَ الرَّعْدِ فَإِنَّهَا تُهَوِّنُ خُرُوْجَ الرُّوْحِ
Bacakan pada orang yang akan mati (naza’) dikalangan kamu surat Ar-Ra’du, karena surat itu sesungguhnya dapat memudahkan keluarnya ruh”.[4]

5. Memberinya minum apabila ada tanda-tanda si muhtadhor meminta minum, karena akibat dari panasnya naza’ menyebabkannya merasa kehausan. Untuk itu disunnahkan memberinya minum air dingin agar merasakan kesegaran dan ketenangan batin. Bahkan sebagian ulama mengatakan hukumnya wajib, karena dalam kondisi seperti itu,  bisa saja syaitan menawarkan minuman yang akan ditukar dengan keimanannya.  Sebagaimana pendapat Al-Jaily yang dikutip oleh Imam asy-Syarbini.[5]

6. Wanita haidh dan orang-orang yang berhadas besar sebaiknya tidak mendekat. Karena malaikat rahmat tidak akan masuk kedalam rumah orang yang ada anjing, patung dan orang yang junub. Untuk itu mereka sebaiknya dijauhkan dari muhtadhor. Imam Asy-Syarbini mengatakan :
وَيُكْرَهُ لِلْحَائِضِ اَنْ  يَحْضُرَ الْمُحْتَضَرَ وَهُوَ فِى النَّزَعِ
 Orang yang haidh dimakruhkan hadir di sisi orang yang sedang naza’”.[6]

7. Orang yang menunggu sebaiknya tidak perlu “ngerasani” membicarakan kejelekannya, akan tetapi sebaiknya membicarakan tentang kebaikan-kebaikannya, sebab malaikat akan mengamini perkataan mereka.
Nabi SAW bersabda :
إِذَا حَضَرْتُمُ  الْمَرِيْضَ  اَوِ الْمَيِّتَ فَقُوْلُوْا خَيْرًا,  فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُوْنَ عَلَى مَا تَقُوْلُوْنَ  (رواه أَحمد و مسلم و أصحاب السنن, عن أم سلمة)
Apabila kalian menjenguk orang sakit atau melayat orang yang mati, maka berbicaralah yang baik-baik, karena sungguh para malaikat sama mengamini apa yang kalian ucapkan” (HR Ahmad, Muslim dan Ash-habus Sunan, dari Ummi Salamah)

 ---------------------------------------------------

Sumber : Buku “Tatacara Nu Merawat Jenazah”, oleh Tim Penyusun PCNU Kota Surabaya, diterbitkan oleh PC.LTNNU Kota Surabaya, cet.1 - 2011.



[1] )  Wahbah Az-Zuhaili, Fiqhul Islam wa Adillatuhu, V/ 446.
Sesuai Hadis Riwayat Abu Dawud :
قِبْلَتُكُمْ  أَحْيَاءً وَ أَمْوَاتًا
Ka’bah merupakan kiblatmu, baik sewaktu hidup maupun mati

[2] ) Kata Imam Romli :
وَ يُنْدَبُ  عَلَى الْحَاضِرِيْنَ اَنْ يُحْسِنُوْهُ وَ يُطْمِعُوْهُ فِي رَحْمَتِهِ تَعَالَى
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir agar berbuat baik kepada muhtadhor dan mendorong semangat untuk memperoleh rahmat Alloh SWT”.
Baca : Nuihayatul Muhtaj- II/438

[3] ) Yahya bin Abi Khair, Al-Bayan, III/9, Beirut : Darul Kutub al-‘Ilmiyah. Baca juga kitab Al-Mahalli,( I/321) oleh Jalaluddin Al-Mahalli
[4] ) Baca juga KH Misbah, Masailul Janaiz wal Barzah. (Terj. Merawat Jenazah dan Kehidupan di Alam Barzakh, hal. 17-18, tulisan KH Misbah Zainul Musthofa. Bangilan Tuban : Al-Mishbab.
[5] ) Muhammad Khatib Asy-Syarbini, Mughnil Muhtaj, II/330
وَ يُسَنُّ تَجْرِيْعُهُ بِمَاءٍ بَارِدٍ
Disunnahkan meneteskan/meminumkan air dingin pada orang yang naza’

[6] ) Ibid., hal. 331











1 comment: