Muhtadhor adalah orang yang sedang menghadapi proses kematian (naza’,
sekarat). Ketika mengetahui muhtadhor yang sedang naza’, orang-orang yang ada
di dekatnya disunnahkan melakukan hal-hal berikut :
1. Menghadapkan wajah ke arah kiblat.
Muhtadhor sebaiknya dihadapkan ke arah kiblat. Hikmahnya adalah agar
seseorang selama hidup dan matinya selalu dalam keadaan menghadap ke kiblat.[1]
Ada beberapa cara menghadapkan muhtadhor ke arah kiblat. Diantaranya :
a. Dibaringkan
pada lambung kanannya dan wajah menghadap ke kiblat. Dalam hal ini, posisi
kepala di utara dan kaki di selatan.
b. Dibaringkan
pada lambung kirinya dan wajah menghadap ke kiblat. Dalam hal ini, posisi
kepala di selatan dan kaki di utara..
c. Dibaringkan
dengan cara terlentang membujur ke timur dan wajah menghadap ke arah kiblat.
Dalam hal ini posisi kepala di timur dengan diberi alas bantal, dan telapak
kaki di barat menghadap ke kiblat.
2. Mendorongnya untuk berhusnuzhon.
Kondisi muhtadhor berbeda-beda ketika sedang dalam menghadapi proses
kematian,. Ada yang merasa sudah siap mati dan berharap agar proses kematiannya
dipercepat sehingga dapat segera bertemu dengan “Sang Kekasih” Alloh SWT. Dan
ada pula yang merasa belum siap, disebabkan masih merasa bahwa amal sholeh yang
dipersiapkannya sangat sedikit, sementara dosa yang diperbuatnya sangat banyak.
Bahkan ada yang seperti orang kebingungan : antara siap dan tidak, serta
terlihat merasa putus asa.
Begitu mengetahui kondisi tersebut, keluarga dekatnya dan siapa saja
yang ada di dekatnya disunnahkan untuk memberi semangat dan dorongan kepadanya
agar ber-husnuzhon (berbaik sangka) kepada Alloh SWT,[2]
bahwa kematian merupakan suatu kepastian yang tidak bisa ditawar-tawar dan
harus dihadapi dengan sabar dan tawakkal, seraya berharap kepada Alloh agar
diberi curahan rahmat dan maghfiroh, serta mati dalam keadaan husnul
khotimah.
Rosululloh
SAW bersabda :
لاَ يَمُوْتَنَّ اَحَدُكُمْ اِلاَّ
وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ تَعَالَى
“Seorang diantara kalian jangan sekali-kali mati
kecuali dalam keadaan berkhusnu zhon (berbaik sangka) kepada Alloh SWT”
3. Menuntun (mentalqin) membaca Kalimat Tauhid
Keluarga dekatnya atau siapa saja yang ada di sampingnya disunnahkan
mentalqin (menuntun) muhtadhor dengan bacaan : ”لَا إِلَهَ أِلَّا اللَّه”., sesuai sabda Nabi SAW :
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ
“Tuntunlah membaca LAA ILAAHA ILLALLOH pada orang
yang akan mati diantara kamu” (HR Abu
Sa’id Al-Khudriy)
Talqin sebaiknya dilakukan secara sabar, santun, lemah lembut, tidak
terkesan memaksa, dan tidak menimbulkan kebosanan bagi muhtadhor.
Jika ucapan tahlil tersebut dirasa terlalu panjang, sulit atau berat,
dapat diganti dengan ucapan ”اَللَّهْ ... اَللَّهْ
... اَللَّهْ ...”. Yang terpenting adalah bahwa ketika menghembuskan nafas yang terakhir,
dia dalam kondisi mengingat dan mengakui
keesaan Alloh. Dengan kata lain, kalimat tauhid merupakan kalimat penutup yang
keluar dari mulutnya. Dengan begitu, maka ada harapan baginya untuk masuk
surga.
Sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang ketika akhir hidupnya mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLOOH, maka ia masuk surga” (HR Abu Dawud dan Hakim)
4. Membacakan ayat Al-Qur’an, terutama Surat Yasin dengan suara keras
dan Surat Ar-Ra’du dengan suara lirih’.
Nabi SAW bersabda :
اِقْرَؤُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس
“Bacakan Surat Yasin pada orang-orang yang akan
mati (naza’) di kalangan kalian” (HR Ibnu Majah dan Ahmad).
Hikmah pembacaan surat Yasin sebagaimana yang dijelaskan oleh Sayyid
Muhammad Abdulloh Al-Jurjani dalam kitab Fathul ’Allam adalah untuk
meringankan penderitaan sewaktu naza’, sehingga ia mati dalam keadaan segar.
إِنَّهُ إِذَا قُرِئَ عِنْدَهُ
يَمُوْتُ رَيَّانًا وَ يَدْخُلُ قَبْرَهُ
رَيَّانًا
“Apabila dibacakan
(surat Yasin) di sampingnya, maka ia akan meninggal dalam keadaan segar (enak,
gembira, mudah) dan masuk kuburnya dalam keadaan segar”[3]
Sedangkan hikmah pembacaan surat Ar-Ra’du adalah untuk memudahkan proses
keluarnya ruh dari badan, sebagaimana yang dikatakan oleh Jabir bin Zaid.
اِقْرَؤُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ سُوْرَةَ الرَّعْدِ فَإِنَّهَا تُهَوِّنُ
خُرُوْجَ الرُّوْحِ
“Bacakan pada orang yang akan mati (naza’)
dikalangan kamu surat Ar-Ra’du, karena surat itu sesungguhnya dapat memudahkan
keluarnya ruh”.[4]
5. Memberinya minum apabila ada tanda-tanda si muhtadhor meminta minum,
karena akibat dari panasnya naza’ menyebabkannya merasa kehausan. Untuk itu
disunnahkan memberinya minum air dingin agar merasakan kesegaran dan ketenangan
batin. Bahkan sebagian ulama mengatakan hukumnya wajib, karena dalam kondisi
seperti itu, bisa saja syaitan
menawarkan minuman yang akan ditukar dengan keimanannya. Sebagaimana pendapat Al-Jaily yang dikutip
oleh Imam asy-Syarbini.[5]
6. Wanita haidh dan orang-orang yang berhadas besar sebaiknya tidak
mendekat. Karena malaikat rahmat tidak akan masuk kedalam rumah orang yang ada
anjing, patung dan orang yang junub. Untuk itu mereka sebaiknya dijauhkan dari
muhtadhor. Imam Asy-Syarbini mengatakan :
وَيُكْرَهُ لِلْحَائِضِ اَنْ يَحْضُرَ الْمُحْتَضَرَ وَهُوَ فِى النَّزَعِ
“Orang
yang haidh dimakruhkan hadir di sisi orang yang sedang naza’”.[6]
7. Orang yang menunggu sebaiknya tidak perlu “ngerasani”
membicarakan kejelekannya, akan tetapi sebaiknya membicarakan tentang
kebaikan-kebaikannya, sebab malaikat akan mengamini perkataan mereka.
Nabi SAW bersabda :
إِذَا حَضَرْتُمُ الْمَرِيْضَ
اَوِ الْمَيِّتَ فَقُوْلُوْا خَيْرًا,
فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُوْنَ عَلَى مَا تَقُوْلُوْنَ (رواه أَحمد و مسلم و أصحاب
السنن, عن أم سلمة)
“Apabila kalian
menjenguk orang sakit atau melayat orang yang mati, maka berbicaralah yang
baik-baik, karena sungguh para malaikat sama mengamini apa yang kalian ucapkan”
(HR Ahmad, Muslim dan Ash-habus Sunan, dari Ummi Salamah)
---------------------------------------------------
Sumber : Buku “Tatacara
Nu Merawat Jenazah”, oleh Tim Penyusun PCNU Kota Surabaya, diterbitkan
oleh PC.LTNNU Kota Surabaya, cet.1 - 2011.
Sesuai Hadis Riwayat Abu Dawud :
قِبْلَتُكُمْ أَحْيَاءً وَ أَمْوَاتًا
“Ka’bah merupakan kiblatmu, baik sewaktu
hidup maupun mati”
[2] ) Kata Imam Romli :
وَ يُنْدَبُ عَلَى الْحَاضِرِيْنَ اَنْ يُحْسِنُوْهُ وَ
يُطْمِعُوْهُ فِي رَحْمَتِهِ تَعَالَى
“Disunnahkan bagi
orang-orang yang hadir agar berbuat baik kepada muhtadhor dan mendorong
semangat untuk memperoleh rahmat Alloh SWT”.
Baca : Nuihayatul Muhtaj- II/438
[3] ) Yahya
bin Abi Khair, Al-Bayan, III/9, Beirut
: Darul Kutub al-‘Ilmiyah. Baca juga kitab Al-Mahalli,( I/321) oleh
Jalaluddin Al-Mahalli
[4] ) Baca
juga KH Misbah, Masailul Janaiz wal Barzah. (Terj. Merawat
Jenazah dan Kehidupan di Alam Barzakh, hal. 17-18, tulisan KH Misbah Zainul
Musthofa. Bangilan Tuban : Al-Mishbab.
[5] ) Muhammad Khatib Asy-Syarbini, Mughnil Muhtaj, II/330
“وَ يُسَنُّ تَجْرِيْعُهُ بِمَاءٍ بَارِدٍ”
“Disunnahkan meneteskan/meminumkan air dingin pada
orang yang naza’”
[6] ) Ibid., hal. 331
mantabbbb
ReplyDelete