1.
Upacara Pelepasan Jenazah
Pada
prinsipnya, jenazah yang sudah disholati sunnah segera dibawa ke tempat
pemakaman, bila jenazah tergolong orang baik/sholeh, akan tetapi bila tergolong
ahli maksiat atau tidak baik, sebaiknya diperlambat, asalkan jenazah tidak
dikhawatirkan membusuk. Meskipun demikian, pihak keluarga terkadang mengadakan
semacam “upacara pelepasan/pamitan jenazah”, yang dipandangnya sebagai
kesempatan yang sangat tepat untuk menyampaikan pesan-pesan, mumpung orang yang
berta’ziyah masih banyak yang berkumpul dan belum bubar. Acara pokoknya antara
lain pemberian sambutan secara singkat yang berisi :
a. Nasehat “dzikrul maut”
b. Meminta kesaksian tentang kebaikan jenazah.[1]
c. Memintakan maaf kepada hadirin atas kesalahan
jenazah
d. Memberitahukan kepada hadirin yang merasa
memiliki hutang-piutang, pinjam-meminjam dan persoalan penting lainnya dalam
kaitannya dengan si mayit, agar segera berhubungan dengan pihak keluarga atau
ahli warisnya, sehingga hal ini diharapkan dapat meringankan beban si mayit dan
tidak memiliki tanggungan hak adami sewaktu sowan menghadap Alloh SWT.
2.
Mengantarkan jenazah ke tempat pemakaman
a. Jenazah diusung pakai apa saja sesuai dengan
adat dan kondisi setempat.
b. Mengiring jenazah tidak mesti di belakang
jenazah, akan tetapi ada juga yang di depannya. Dalam hal ini para ulama’
berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama diantara keduanya. Ada yang
berpendapat lebih utama di depan, dan yang lain lebih utama di belakang.[2]
c. Selama perjalanan mengantar jenazah, para
pengantar sebaiknya menggunakan waktunya untuk bertafakkur atau ber-dzikrul
maut (mengingat dan merenungi peristiwa kematian), sehingga diharapkan
dapat mendorongnya untuk memperbaiki amal perbuatannya sebagai bekal persiapan
menghadapi kehidupan setelah kematian. Makruh menggunakannya untuk
berbincang-bincang tentang urusan duniawi, apalagi sambil bergurau dan
melakukan hal-hal yang kurang sopan. Untuk mengatasi hal ini, ada baiknya
mengantar jenazah sambil memperbanyak bacaan dzikir kalimat thoyyibah
apa saja.[3]
Dan dzikir yang lebih utama dibaca adalah kalimat: ”لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهْ ”,[4] sebagaimana yang
sudah mentradisi di kalangan masyarakat nahdhiyyin.
3.
Sesampainya di tempat pemakaman,
keranda/benduso diletakkan di selatan liang kubur dengan membujur ke utara
(posisi kepala jenazah di utara dan kaki di selatan).
---------------------------------------------------
Sumber : Buku “Tatacara
NU Merawat Jenazah”, oleh Tim Penyusun PCNU Kota Surabaya, diterbitkan
oleh PC.LTNNU Kota Surabaya, cet.1 - 2011.
أَيُّمَا مُسْلِمٍ
شَهِدَ لَهُ اَرْبَعَةٌ بِخَيْرٍ أَدْخَلَهُ
اللَّهُ الْجَنَّةَ. فَقُلْنَا : وَثَلَثَةٌ؟
قَالَ : وَ ثَلَاثَةٌ.
فَقُلْنَا : وَاثْنَانِ ؟
قَالَ : وَاثْنَانِ -
ثُمَّ لَمْ نَسْأَلْهُ عَنِ الْوَاحِدِ . (
رواه البخاري)
"Setiap
muslim yang dipersaksikan sebagai orang baik-baik oleh 4 orang, maka Alloh akan
memasukkannya ke surga. Kami (para sahabat) bertanya: Kalau dipersaksikan oleh
3 orang?. Beliau jawah : Kalau dipersaksikan 3 orang (juga masuk surga). Kami
bertanya : Kalau dipersaksikan oleh 2 orang?. Jawab beliau : juga kalau disaksikan
oleh 2 orang.- Kami tidak menanyakan lagi bagaimana kalau dipersaksikan oleh
satu orang . (HR Bukhari)"
[2] ) Al-Umm lisy-Syafi’iy, I/310
[3] ) Al-Futuhat al-Robbaniyyah ‘Alal Adzkar an-Nawawiyah,
IV/183)
[4] ) Al-Futuhat al-Robbaniyyah ‘Alal Adzkar an-Nawawiyah,
IV/183); Tanwirul Qulub , hal. 206
No comments:
Post a Comment