Hukum Tajhizul Janazah (merawat jenazah)
adalah wajib kifayah. Artinya kewajiban yang dibebankan kepada sekelompok
anggota masyarakat muslim dalam suatu wilayah tertentu. Apabila dalam wilayah
itu sudah ada seseorang yang merawatnya, maka kewajiban merawat menjadi gugur
bagi anggota masyarakat yang lain. Tajhizul janazah meliputi kegiatan
memandikan, mengkafani, mensholati dan menguburkannya.
Berikut ini adalah macam-macam keadaan jenazah :
1. Orang Islam pada umumnya, kecuali yang mati
syahid dimandikan, dikafani, disholati, dan dikuburkan.
2. Jenazah bayi yang lahir normal (tidak prematur)
dan sebelumnya nampak ada tanda-tanda kehidupan seperti menangis, bergerak dan
menetek, maka ia diperlakukan seperti orang dewasa, yaitu wajib dimandikan,
dikafani, disholati dan dikubur.
3. Jenazah bayi yang lahir prematur. Bila sudah
berusia 6 bulan dalam kandungan, menurut pendapat yang kuat, ia harus dirawat (di-tajhiz) sebagaimana orang dewasa.
Namun menurut Ibnu Hajar, perawatannya diperinci sebagaimana pada bayi prematur.[1] Sebagai berikut
a. Jika sudah sempurna kejadiannya (berbentuk
manusia) dan tidak ada tanda-tanda kehidupan sebelumnya seperti menangis,
bergerak-gerak, maka ia cukup dimandikan, dikafani dan dikuburkan saja, tanpa
disholati.
b. Jika bayi prematur belum sempurna kejadiannya
(belum berbentuk manusia), ia sunnah dibungkus dan dikubur. Ia tidak perlu
dimandikan dan disholati.
c. Jika
masih berupa orok atau gumpalan daging/darah, maka ia boleh langsung dibuang di
sungai atau tempat yang pantas, namun sunnah dikuburkan saja, dan tidak perlu
dimandikan, dikafani (dibungkus) dan disholati.
4. Jenazah yang ditemukan dalam kondisi
terpotong-potong tubuhnya. Dalam hal ini ada beberapa pendapat :
a. Menurut imam Hanafi : jika yang ditemukan itu
adalah sebagian besar tubuhnya dan masih ada kepalanya, maka wajib dimandikan,
dikafani, disholati dan dikuburkan
b. Menurut
Imam Maliki : jika masih ada dua sepertiga bagian tubuhnya, maka wajib
dimandikan, dikafani, disholati dan dikuburkan. Kurang dari itu, makruh hukumnya.
c). Menurut
Imam Syafii dan Hambali : sekalipun jasadnya tinggal sedikit, ia wajib
dimandikan, dikafani, disholati dan dikuburkan.
5. Jenazah orang yang mati syahid. Mati syahid ada
tiga klasifikasi[2]
:
a. Syahid dunia-akhirat”, yakni orang yang
mati di medan perang jihad fi sabilillah melawan orang kafir, dia
tidak boleh dimandikan dan disholati,
akan tetapi dikafani dan dikuburkan.[3]
b. Syahid dunia. yaitu orang yang mati di medan perang dengan
tujuan riya’, ingin memperoleh harta rampasan atau gelar pahlawan, dan mati
sehabis perang. Mayit ini di-tajhiz secara sempurna.
c.
Syahid akhirat[4]
saja, maka jenazahnya wajib di-tajhiz (dirawat) sebagaimana jenazah pada
umumnya, yakni dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur.
6. Jenazah orang murtad dan kafir harbi,
serta orang zindiq, tidak ada kewajiban memandikan, mengkafani dan menguburnya.
Sedangkan orang kafir dzimmi, maka hukum memandikannya adalah jawaz
(boleh), namun wajib mengkafani serta menguburnya, sedang mensholatinya haram
hukumnya.[5]
Jenazah orang murtad dan non Islam / kafir harbi
(memusuhi dan memerangi kaum muslimin) dan orang zindiq (kafir yang
berpura-pura masuk Islam) tidak wajib dimandikan, dikafani serta dikubur, dan
haram disholati.
Sedangkan jenazah …. kafir dzimmi (yang
hidup di negara …. (Dihapus)
7. Jenazah orang yang sulit dimandikan karena
sesuatu hal, seperti mati terbakar dan sejenisnya. Jika dimandikan justru akan
merusak kulit dan dagingnya, maka ia tidak boleh dimandikan, tetapi wajib
ditayamumi.[6]
8. Jenazah perempuan yang hamil kurang dari 6 bulan
dan janinnya tidak dapat diharapkan hidupnya, dia tidak boleh (haram) dibedah
perutnya, serta tidak boleh dikubur dulu sebelum dinyatakan oleh orang yang
ahli (dokter) bahwa janinnya benar-benar mati.
Berbeda halnya jika janin yang dikandungnya lebih dari 6 bulan, maka dia wajib dibedah
perutnya untuk dikeluarkan bayinya. Seandanya dia sudah terlanjur dikubur dan
bayi yang dikandungnya diperkirakan belum mati benar, maka kuburannya wajib
digali, jenazahnya dikeluarkan dan perutnya dibedah untuk dikeluarkan bayinya.
9. Sebenarnya mayat itu yang mati (tidak berfungsi)
adalah badannya, sedangkan ruhnya masih hidup (berfungsi). Dia diberi Alloh
kemampuan untuk dapat melihat, mendengar dan merasakan (senang-susah, sakit,
dll) seperti keadaan kita yang masih hidup ini. Hanya saja dia tidak mampu
berbicara. Oleh karena itu, kita perlu menerapkan adab sopan santun ketika
merawat jenazah. Jangan sampai kita memperlakukan jenazah seperti memperlakukan
“bangkai kucing” dan benda mati lainnya. Na’udzubillahi min dzalik.
---------------------------------------------------
Sumber : Buku “Tatacara
NU Merawat Jenazah”, oleh Tim Penyusun PCNU Kota Surabaya, diterbitkan
oleh PC.LTNNU Kota Surabaya, cet.1 - 2011.
[1] ) Syaikh Sulaiman, Al-Jamal, II/191
[2] ) Hasyiyah Al-Bajuri, I/254
[3] ) Hasyiyah Al-Bajuri, I/244
[4] ) Jenazah
yang tergolong mati “syahid akhirat” adalah yang kematiannya antara lain
disebabkan karena : 1) melahirkan, 2)
tenggelam, 3) tertimpa bangunan, 4) terbakar,
5) teraniaya (terzholimi), 6)
dalam pengasingasn (di negeri asing),
7) sakit perut
[5] ) Orang murtad ialah orang yang dulunya beragama Islam, kemudian dia berpindah ke agama non Islam seperti Nasrani,
Yahudi, Budha, Hindu dll.
Kafir harbi ialah orang kafir yang
memerangi kaum muslimin.
Orang kafir dzimmi ialah orang kafir yang hidup di Negara Islam
dan dijamin keamanannya oleh pemerintah disebabkan mereka telah memenuhi
kewajiban membayar jizyah (pajak) yang ditetapkan.
Orang kafir zindiq ialah orang
kafir yang berpura-pura masuk Islam.
Marilah Kita Update Amal Perbuatan Kita Didunia Mulai Hari Ini, Insya Allah...Aamiin.
ReplyDelete