Wednesday 1 January 2014

FJ - 5. KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH



 
Hukum Tajhizul Janazah (merawat jenazah) adalah wajib kifayah. Artinya kewajiban yang dibebankan kepada sekelompok anggota masyarakat muslim dalam suatu wilayah tertentu. Apabila dalam wilayah itu sudah ada seseorang yang merawatnya, maka kewajiban merawat menjadi gugur bagi anggota masyarakat yang lain. Tajhizul janazah meliputi kegiatan memandikan, mengkafani, mensholati dan menguburkannya.

Berikut ini adalah macam-macam keadaan jenazah :
1. Orang Islam pada umumnya, kecuali yang mati syahid dimandikan, dikafani, disholati, dan dikuburkan.

2. Jenazah bayi yang lahir normal (tidak prematur) dan sebelumnya nampak ada tanda-tanda kehidupan seperti menangis, bergerak dan menetek, maka ia diperlakukan seperti orang dewasa, yaitu wajib dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur.

3. Jenazah bayi yang lahir prematur. Bila sudah berusia 6 bulan dalam kandungan, menurut pendapat yang kuat, ia harus dirawat (di-tajhiz) sebagaimana orang dewasa. Namun menurut Ibnu Hajar, perawatannya diperinci sebagaimana pada bayi prematur.[1]  Sebagai berikut
a. Jika sudah sempurna kejadiannya (berbentuk manusia) dan tidak ada tanda-tanda kehidupan sebelumnya seperti menangis, bergerak-gerak, maka ia cukup dimandikan, dikafani dan dikuburkan saja, tanpa disholati.
b. Jika bayi prematur belum sempurna kejadiannya (belum berbentuk manusia), ia sunnah dibungkus dan dikubur. Ia tidak perlu dimandikan dan disholati.
c. Jika masih berupa orok atau gumpalan daging/darah, maka ia boleh langsung dibuang di sungai atau tempat yang pantas, namun sunnah dikuburkan saja, dan tidak perlu dimandikan, dikafani (dibungkus) dan disholati.

4. Jenazah yang ditemukan dalam kondisi terpotong-potong tubuhnya. Dalam hal ini ada beberapa pendapat :
a. Menurut imam Hanafi : jika yang ditemukan itu adalah sebagian besar tubuhnya dan masih ada kepalanya, maka wajib dimandikan, dikafani, disholati dan dikuburkan
b. Menurut Imam Maliki : jika masih ada dua sepertiga bagian tubuhnya, maka wajib dimandikan, dikafani, disholati dan dikuburkan. Kurang dari itu, makruh hukumnya.
c). Menurut Imam Syafii dan Hambali : sekalipun jasadnya tinggal sedikit, ia wajib dimandikan, dikafani, disholati dan dikuburkan.

5. Jenazah orang yang mati syahid. Mati syahid ada tiga klasifikasi[2] :
a. Syahid dunia-akhirat”, yakni orang yang mati di medan perang jihad fi sabilillah melawan orang kafir, dia tidak  boleh dimandikan dan disholati, akan tetapi  dikafani dan dikuburkan.[3]
b. Syahid dunia. yaitu orang yang mati di medan perang dengan tujuan riya’, ingin memperoleh harta rampasan atau gelar pahlawan, dan mati sehabis perang. Mayit ini di-tajhiz secara sempurna.
c.  Syahid akhirat[4] saja, maka jenazahnya wajib di-tajhiz (dirawat) sebagaimana jenazah pada umumnya, yakni dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur.

6. Jenazah orang murtad dan kafir harbi, serta orang zindiq, tidak ada kewajiban memandikan, mengkafani dan menguburnya. Sedangkan orang kafir dzimmi, maka hukum memandikannya adalah jawaz (boleh), namun wajib mengkafani serta menguburnya, sedang mensholatinya haram hukumnya.[5]
Jenazah orang murtad dan non Islam / kafir harbi (memusuhi dan memerangi kaum muslimin) dan orang zindiq (kafir yang berpura-pura masuk Islam) tidak wajib dimandikan, dikafani serta dikubur, dan haram disholati.
Sedangkan jenazah …. kafir dzimmi (yang hidup di negara …. (Dihapus)

7. Jenazah orang yang sulit dimandikan karena sesuatu hal, seperti mati terbakar dan sejenisnya. Jika dimandikan justru akan merusak kulit dan dagingnya, maka ia tidak boleh dimandikan, tetapi wajib ditayamumi.[6]

8. Jenazah perempuan yang hamil kurang dari 6 bulan dan janinnya tidak dapat diharapkan hidupnya, dia tidak boleh (haram) dibedah perutnya, serta tidak boleh dikubur dulu sebelum dinyatakan oleh orang yang ahli (dokter) bahwa janinnya benar-benar mati.
Berbeda halnya jika janin yang dikandungnya  lebih dari 6 bulan, maka dia wajib dibedah perutnya untuk dikeluarkan bayinya. Seandanya dia sudah terlanjur dikubur dan bayi yang dikandungnya diperkirakan belum mati benar, maka kuburannya wajib digali, jenazahnya dikeluarkan dan perutnya dibedah untuk dikeluarkan bayinya.

9. Sebenarnya mayat itu yang mati (tidak berfungsi) adalah badannya, sedangkan ruhnya masih hidup (berfungsi). Dia diberi Alloh kemampuan untuk dapat melihat, mendengar dan merasakan (senang-susah, sakit, dll) seperti keadaan kita yang masih hidup ini. Hanya saja dia tidak mampu berbicara. Oleh karena itu, kita perlu menerapkan adab sopan santun ketika merawat jenazah. Jangan sampai kita memperlakukan jenazah seperti memperlakukan “bangkai kucing” dan benda mati lainnya. Na’udzubillahi min dzalik.


---------------------------------------------------

Sumber : Buku “Tatacara NU Merawat Jenazah”, oleh Tim Penyusun PCNU Kota Surabaya, diterbitkan oleh PC.LTNNU Kota Surabaya, cet.1 - 2011.








[1] ) Syaikh Sulaiman, Al-Jamal, II/191

[2] ) Hasyiyah Al-Bajuri, I/254
[3] ) Hasyiyah Al-Bajuri, I/244
[4] ) Jenazah yang tergolong mati “syahid akhirat” adalah yang kematiannya antara lain disebabkan karena : 1) melahirkan,  2) tenggelam,   3) tertimpa bangunan,  4) terbakar,  5) teraniaya (terzholimi),  6) dalam pengasingasn (di negeri asing),   7) sakit perut
[5] ) Orang murtad  ialah orang yang dulunya beragama Islam, kemudian dia berpindah ke agama non Islam seperti Nasrani, Yahudi, Budha, Hindu dll.
Kafir harbi  ialah orang kafir yang memerangi kaum muslimin.
Orang kafir dzimmi  ialah orang kafir yang hidup di Negara Islam dan dijamin keamanannya oleh pemerintah disebabkan mereka telah memenuhi kewajiban membayar jizyah (pajak) yang ditetapkan.
Orang kafir zindiq ialah orang kafir yang berpura-pura masuk Islam.
[6] ) Tuhfatl Muhtaj fi Syar-hil Minhaj, III/185, dan Al-Fiqhu ‘alal Madzahibil Arba’ah, II/504





1 comment:

  1. Marilah Kita Update Amal Perbuatan Kita Didunia Mulai Hari Ini, Insya Allah...Aamiin.

    ReplyDelete