Sunday 5 January 2014

FJ - 22. HASIL KEPUTUSAN NU SEPUTAR MASALAH JENAZAH




Berikut ini adalah beberapa hasil keputusan Nahdlatul Ulama’ dalam Muktamar, Munas Alim Ulama dan Konperensi Besar, serta hasil Bahtsul Masail yang berkaitan dengan permasalahan jenazah

1. Memagar tembok kuburan pribadi/keluarga
(Muktamar NU ke-1 di Surabaya, 21 Oktober 1926)
Soal : Bagaimana hukumnya membangun kuburan dan memagar tembok pada tanah makam milik keluarga/pribadi ?
Jawab : Membangun kuburan dan memagari tembok pada tanah kuburan milik pribadi/keluarga dengan tidak ada suatu kepentingan, hukumnya makruh.
Sumber : kitab I’anatut Tholibin)

2.  Menghias kuburan dengan kain sutra.
(Muktamar NU ke-1 di Surabaya, 21 Oktober 1926)
Soal : Bagaimana menghias kuburan dengan kain sutera atau lainnya?
Jawab : Menghias kuburan selain Rosululloh SAW dengan kain sutera (harir) hukumnya haram, dan dengan selain sutera hukumnya makruh.
Sumber : Kitab Tarsyihul Mustafidin)

3.  Boleh Mengubur Mayit Didalam Peti
(Muktamar NU ke-4 di Semarang, 19-09-1929 M)
Soal : Bagaimana pendapat Muktamar tentang kuburan yang mengeluarkan air dan selalu tergenang air sebelum selesai penguburan mayat? Apakah penguburan di tanah tersebut termasuk penghinaan kepada mayat? Kalau demikian halnya, apakah mayat wajib dikuburkan didalam peti yang dapat mencegah masuknya air? Ataukah sama sekali tidak diperbolehkan mengubur mayat di tanah tersebut?
Jawab : Memang benar, mengubur mayat didalam kuburan yang mengeluarkan air itu termasuk penghinaan kepada si mayat, dan menhgubur mayat didalam peti itu hukumnya boleh (tidak makruh), menurut keterangan didalam kitab Tuhfah. Sedang menurut kitab I’anatut Tholibin diterangkan : apabila keadaannya demikian, maka menguburnya didalam peti itu hukumnya wajib.
Sumber : Kitab Tuhfah, bab ad-Dafni, dan kitab I’anatut Tholibin juz 2 bab ad Dafni  

4.  Mencabut gigi emas pasangan
(Muktamar NU ke-6 di Pekalongan, 27 Agustus 1931)
Soal : Bagaimana hukumnya mayat yang memakai gigi emas. Apakah wajib dicabut atau boleh dikubur bersama gigi emasnya?
Jawab : Apabila mencabut gigi emas tersebut menodai kehormatan mayat, maka hukumnya haram. Apabila tidak menodainya, dan ia adalah mayat lelaki dewasa maka wajib dicabut, dan apabila ia mayat perempuan atau anak kecil maka terserah kerelaan ahli warisnya.
Sumber : Kitab An-Niahayah : fi bab al-libas, yang diterangkan didalam kitab I’anatut Tholibin  dan kitab Mursyidul Anam)

5. Cara merawat jenazah dari salah satu anak kembar siam
(Muktamar NU ke-6 di Pekalongan, 27 Agustus 1931 M)
Soal : Bagaimana cara merawat jenazah dari salah satu anak kembar yang melekat (kembar siam)?
Jawab : Apabila mayat tersebut dapat dipisahkan dengan tidak membahayakan yang hidup, maka wajib dipotong dan dipisahkan. Apabila tidak dapat dipisahkan, maka jenazahnya harus dirawat sedapatnya. Misalnya: memandikan, mengkafani dan mensholatinya, tetapi tidak boleh dikubur, sehingga hancur dan rontok, dan rontokannya harus dikubur. Hal ini diqiyaskan dengan keterangan dalam kitab Mujairimi ’Alal Wahhab
Sumber : Kitab Mujairimi ’Alal Wahhab : fi Bab Dafnil Mayyit)

6. Menyuntik Mayat untuk mengetahui penyakit yang menjalar
(Muktamar NU ke-6 di Pekalongan, 27 Agustus 1931 M)
Soal : Bagaimana hukumnya menyuntik mayat untuk mengetahui penyakit yang menjalar?
Jawab : Menyuntuk mayat hukumnya haram, karena menodai kehormatan mayat. Hal ini diqiyaskan dengan keterangan didalam kitab Mauhibah Dzil Fadhl : bab janazah.
Sumber : Kitab Mauhibah Dzil Fadhl : bab janazah.

7. Merawat jenazah yang tidak pernah sholat dan puasa
(Muktamar NU ke-8 di Jakarta, 7 Mei 1933 M)
Soal : Ada seseorang yang tidak pernah sholat dan puasa selama hidupnya. Ia adalah putra Indonesia sewaktu mafat. Apakah ia dirawat sebagai orang Islam ataukah tidak?
Jawab : Betul, ia harus dirawat sebagai orang Islam, karena dia itu orang Islam selama tidak menyatakan kekufurannya, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Sumber : Kitab Bujairimi ’Alal Iqna’, juz 4 akhir bab Janaiz, dan kitab Bughyatul Mustarsyidin.

8.  Ditemukan tulang mayat lama ketika menggali lubang kubur
(Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, 23 April 1934 M)
Soal : Jika menggali kubur ditemukan tulang mayat lama, apakah penggaliannya boleh diteruskan dan ditanami mayat batu, ataukah harus pindah ke tempat lain?
Jawab : Sesungguhnya hukum menggali kuburan lama, apabila ada tanda-tanda yang kuat bahwa mayatnya sudah hancur, maka hukumnya jaiz (boleh). Kemudian apabila ditemukan tulang belulang sebelum sempurna penggaliannya, maka harus dihentikan dan berpindah tempat. Akan tetapi kalau penemuan tulang itu setelah penggalian sempurna, maka tidak wajib pindah tempat, dan boleh menanam mayat baru di tempat itu, sedangkan tulang belulang yang ditemukannya supaya ditanam kembali.
Sumber : Kitab Fathul Jawwad juz 1 : fi kitabil Janaiz; dan kitab Al-Umm juz 1).

9.  Talqin Mayat setelah dikubur.
(Konbes Pengurus Syuriah NU ke-2 di Jakarta, 11-13 Oktober 1961 M)
Soal : Apakah talqin mayat sesudah dikubur itu terdapat dalil dari hadis dan qoul ulama’ yang mu’tabar, ataukah tidak?
Jawab : Bahwa mentalqinkan mayat yang baru dikuburkan itu terdapat dalil dari hadis dan pendapat ulama’ mu’tabar. Imam bawawi menyatakan bahwa sanad hadis talqin yang diriwayatkan oleh Abi Umamah adalah dho’if. Akan tetapi ke-dho’if-annya sudah disokong dengan hadis-hadis lain, seperti tatsbit (keteguhan dan ketabahan dalam menjawab pertanyaan malaikat) dan hadis wasiat Amr bin Ash (tentang memberi hiburan ketika ditanya malaikat). Serta arti hadis “mautakum” dengan orang yang sudah mati menurut hakikat, bukanlah orang yang akan mati menurut pengertian majaz. Menurut madzhab syafi’iy yang kuat bahwa talqin itu hukumnya sunnah. Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah al-Qadhi Husain, al-Mutawalli, Nashr al-Muqaddasi, al-Rafi’iy dan lain-lain.
Adapun dalil hadis serta qoul ulama’  tercantum didalam kitab : Al-Majmu’, V/304; An-Nihayah, III/40; Dalilul Falihin, VI/57; I’anatut Tholibin, II/40;  Kanzul Ummal, II/19;  Matn al-Raudh;  Al-Tuhfah, III/207;  Al-Mughni, I/367.
Abu Umamah al-Bahli r.a. berkata, “Jika aku mati,maka perlakukanlah oleh kalian kepadaku sebagaimana yang diperintah oleh Rosululloh utnuk kita perlakukan terhadap orang yang mati kita.” Rosululloh SAW memerintahkan dengan sabdanya :
إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ  فَسَوَّيْتُمْ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ,  ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ, فَإِنَّهُ يَقُوْلُ أَرْشَدَنَا يَرْحَمُكَ اللَّهُ.  وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُوْنَ.  فَلْيَقُلْ اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا وَ هُوَ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ   وَ اَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللَّهِ رَبًّا وَ بِالْإِسْلَامِ دِيْنًا وَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَ بِالْقُرْآنِ إِمَامًا,  فَإِنَّ مُنْكَرًا وَ نَكِيْرًا يأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبَيْهِ وَ يَقُوْلُ اِنْطَلِقْ بِنَا
 Bila seseorang dari kalian meninggal dunia maka timbunlah kuburannya dengan tanah sampai rata. Dan hendaknya salah seorang diantara kalian berdiri di atas kuburannya, kemudian berkata: “Wahai Fulan bin Fulanah”. Orang yang mati itu akan menjawab : “Beri aku petunjuk, semoga Alloh SWT memberikan rahmat kepadamu”. Namun kalian (orang-orang yang mentalqin) tidak merasa (= tidak mendengar) jawaban si mayit tersebut. Kemudian orang yang mentalqin tersebut agar berkata: “Sebutkan, bahwa engkau tidak keluar dari dunia ini kecuali telah bersyahadat bahwa tiada tuhan selain Alloh SWT dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan engkau rela Alloh SWT sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai Nabimu, dan Al-Qur’an sebagai imammu. Sesungguhnya malaikat Munkar dan Nakir masing-masing akan memegang tangannya seraya berkata: “Mari pergi dengan kami ….”. (Al-Hadis)

10.  Mengambil bola mata jenazah untuk mengganti bola mata orang buta
(Muktamar NU ke-23 di Solo, 25-29 Desember 1962 M)
Soal : Bagaimana pendapat Muktamar tentang ifta (fatwaa) mufti Mesir yang memperbolehkan mengambil bola mata mayit untuk mengganti bola mata orang buta? Benarkah fatwa tersebut?
Jawab : Bahwa ifta (fatwa) mufti Mesir itu tidak benar, bahkan haram mengambil bola mata mayit, walaupun mayit itu tidak terhormat (ghairu muhtarom) seperti mayitnya orang murtad. Demikian pula haram menyambung anggota manusia dengan anggota  manusia lain, karena bahayanya buta itu tidak sampai melebihi bahayanya merusak kehormatan mayit.
Nabi SAW bersabda

Pecahan tulang orang yang mati itu sama dengan pecahan tulangnya ketika masih hidup” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Sumber : Kitab Hasyiyah Al-Rasyidi ‘ala Ibnil Imad, hal. 26.


11. Memindahkan kuburan ke tempat lain
(Muktamar NU ke-25 di Surabaya, 20-25 Desember 1971)
Soal : Bolehkah memindahkan kuburan ke tempat lain, dan mendobelkan kuburan di dalam satu tempat? (Dari Jakarta)
Jawab : Memindahkan mayit dari satu kuburan ke kuburan yang lain, haram hukumnya, kecuali karena dharurat. Adapun mendobelkan kaburan di satu tempat, boleh hukumnya dengan syarat harus seagama dan sama jenis kelaminnya.
Sumber : Kitab Al-Mahalli, I/252


12. Pemindahan komplek makam
(Munas Alim Ulama NU di PP Qomarul Huda Bagi Pringgarata Lombok Tengah NTB,  17-20 Nopember 1997 M)

Dengan berbagai macam alasan, dewasa ini makin banyak kompleks makam atau makam seseorang dipindah ke tempat lain.
Soal : Bagaimana hukum pemimdahan kompleks makam dan makam seseorang ke tempat lain?
Jawab : Pemindahan kompleks makam dan makam seseorang ke tempat lain hukumnya tafshil:
1. Pemindahan makam ke tempat lain haram hukumnya, kecuali menurut mazhab Hanafi.
2. Memindah mayat seseorang dari makamnya ke tempat lain menurut mazhab Syafi’i hukumnya haram, kecuali karena darurat. Sedangkan menurut mazhab Maliki hukumnya boleh dengan syarat :
a. tidak terjadi perusakan pada tubuh mayat
b. Tidak menurunkan martabat mayat
Pemindahan tersebut atas dasar maslahat.

Sumber :
1.  Al-syarqawi’alal Tahrir Juz II,hlm.78.
2.  Al-Jamal’alal Minhaj Juz II,hlm.218.
3.  Nihayatuz Zain,hlm.155.
4.  Al-Fiqh’ala Madzahibul Arba’ah,Juz IV,hlm.537


13. Mengakhirkan penguburan Jenazah
(Muktamar NU ke-32 di Makassar, 22-27 Maret 2010)
Pengurusan jenazah hukumnya Fardhu Kifayah, dan anjuran Rasulullah saw dalam hal ini adalah disegerakan. Namun kadangkala pada praktiknya muncul beberapa masalah karena berkenaan dengan kepentingan studi, penyelidikan hukum atau adat. Seperti penyelidikan terhadap pembunuhan, pelatihan medis untuk operasi bedah dan di beberapa daerah kota Bandung dengan mengakhirkan pemandian jenazah dikarenakan takut munculnya hadats dan najis berkali-kali. Program kedokteran sedang berencana melakukan pengawetan jenazah untuk kepentingan studi, di mana pihak calon mayyit telah berwasiat dan disetujui oleh keluarganya untuk menjadi bahan latihan tenaga medis. Kemudian setelah meninggal dunia jenazahnya tersebut diawetkan dalam batas waktu tertentu untuk bahan latihan para calon dokter. Setelah digunakan untuk latihan, kemudian mayyit tersebut dirapikan kembali dan dilakukan prosesi penguburan jenazah sebagaimana mestinya menurut ajaran Islam. Dengan deminkian, otomatis hal ini menimbulkan masalah tertundanya penguburan mayyit, baik karena otopsi, pengawetan mayyit atau karena ikut adat setempat.
Pertanyaan:
1. Bagaimanakah hukum pengakhirkan pemakaman mayyit, baik karena tujuan otopsi, studi dan mensucikan mayyit?
2.  Bolehkan membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi
3.  Berapa lama batas mengakhirkan penguburan mayyit

Jawaban:
1. pengakhirkan pemakaman mayit diperbolehkan apabila; (1) untuk keperluan penegakkan hukum; (2)  untuk keperluan studi boleh, tetapi menggunakan mayit ghairu maksum al-dam. Dalam kondisi darurat boleh menggunakan mayit maksum al-dam; (3) untuk mensucikan mayit yang mengidap penyakit menular. (PWNU) Seharusnya “….. harus ditunda penyuciannya, karena alasan medis yang menurut dokter harus dimandikan secara khusus”. 
2.  Jawaban masuk pertama.
3.  Batas mengakhirkan penguburan mayit adalah sampai khaufut taghayyur (mayit berubah) atau sampai selesainya kebutuhan di atas.

 Sumber pengambilan dalil dari kitab:
1). Mughnil Muhtaj, I/490;  2). Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, III/521-522; 3). Kasyi fatus Saja, 96;  4). Fiqhun Nawazil, II/46-47;


14. Mencampurkan jenazah muslim dan non muslim dalam satu kuburan atau satu Tempat Pemakaman Umum (TPU)
(Muktamar NU ke-32 di Makassar, 22-27 Maret 2010)
Konsekuensi logis dari semakin banyaknya populasi penduduk adalah sempitnya lahan tanah, terutama di kota-kota besar, sehingga sulit menemukan banyak lahan kosong untuk menjadi tempat pemakaman umum. Dampaknya, muncul fenomena di mana tanah yang dikhususkan untuk kuburan semakin sulit dan sempit. Hal ini mendorong beberapa pemerintah daerah / kota mengalokasikan sebidang tanah khusus untuk kuburan atau yang disebut TPU (Tempat Pemakaman Umum). Di TPU ini sering terjadi penguburun suatu jenazah di tempat jenazah lainnya yang sudah lama dikuburkan, sehingga terjadi penumpukan jenazah baru dengan jenazah yang lama yang sudah hancur dalam satu lobang kuburan, baik antara sesama muslim maupun antara jenazah muslim dengan non muslim di satu tempat.
Pertanyaan:
1.  Bagaimanakah hukum mencampurkan jenazah / mayyit baru dengan yang sudah hancur dalam satu tempat kuburan, baik antara sesama muslim atau dengan non-Muslim?
2.  Bagaimana hukum mengumpulkan kuburan jenazah muslim dengan non muslim dalam satu area Tempat Pemakaman Umum?
3. Apa dlawâbith (batasan) berkumpul dan tidak berkumpul satu lobang?
Jawaban:
1. Mencampurkan jenazah / mayyit baru dengan yang sudah hancur (tulang-tulangnya) dalam satu tempat kuburan, baik antara sesama muslim atau dengan non-Muslim hukumnya tafshil; jika yang dikubur sesama muslim atau yang lama non muslim sedang yang baru muslim hukumnya boleh; jika yang lama muslim dan yang baru non muslim hukumnya tidak boleh kecuali dlorurat; jika masih ada tulang-belulangnya hukumnya tidak boleh kecuali penggalian tanah sudah mencapai batas layak untuk mengubur.
2. Tidak diperbolehkan kecuali dalam keadaan darurat.
3. Batasan berkumpul adalah sekira mayit atau tulang belulangnya berkumpul dalam satu lobang dengan tanpa batas pemisah.

Sumber pengambilan dalil dari kitab :
1). Hasyiyah al-Bajuri ‘Alal Khotib, I/259, VI/187;     2). Hasyiyah Al-Jamal, VII/189;   3). Mughnil Muhtaj, IV/338;   4).  Al-Fiqhu ‘alal Madzahibil Arba’ah, I/847;   5). Tuhfatul Muhtaj, III/172;   6). Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, XI/20;   7). Matholib ulin Nuha, I/922:  8). Al-Furu’ Libni Muflih, VI/270;    9). Kasyaful Qina’, III/129;  10). Hawasyi al-Syarwani wabni Qasim Al-Abbadi, III/173;  



---------------------------------------------------

Sumber : Buku “Tatacara NU Merawat Jenazah”, oleh Tim Penyusun PCNU Kota Surabaya, diterbitkan oleh PC.LTNNU Kota Surabaya, cet.1 - 2011.






FJ - 21. TEKS BACAAN TALQIN BERBAHASA JAWA


Teks Bacaan Talqin banyak ragamnya. Berikut ini Teks Bacaan Talqin Berbahasa Jawa  :
 

بسمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. لآاله الاّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاشَرِيْكَ لَهُ لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌ دَائِمٌ لاَيَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيرٌ. كُلِّ شَيئٍ هَالِكٌ اِلاَّ وَجْهَهُ. لَهُ الْحُكْمُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُونَ. كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ المَوْتِ. وَاِنَّمَا تُوَفَّونَ اُجُورَكُمْ يَومَ الْقِيَامَةِ. فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّاسِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ. وَمَاالْحَيَوةُ الدُّنْيَا اِلاَّ مَتَاعُ الغُرُورِ. مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ, فِيْهَا نُعِيْدُكُمْ, وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً اُخْرَى. مِنْهَاخَلَقْنَاكُمْ لِلْأَجْرِ وَالثَّوابِ. وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ لِلدُّودِ والتُّرَابِ. وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ لَلْعَرْضِ وَالْحِسَابِ. بِسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَمِنَ اللَّهِ وَاِلَى اللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. هَذَامَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ. اِنْ كَانَتْ اِلاَّ صَيْحَةً وَاحِدَةً فَاِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ.

Hai  …………….. bin / binti ………… Saiki siro wus ninggalake ndunyo tumuju marang alam kubur, mulo siro ojo nganti lali karo janjimu menowo ora ono pengeran kejobo Gusti Alloh lan Nabi Muhammad iku utusane Alloh.
Sa’iki siro manggon ing panggonan sing ora mbok kenal, mulo yen ono Malaikat Alloh loro takon marang siro, ojo nganti siro wedi lan ndredeg. Mangertio siro, Malaikat loro itu yo podo-podo makhluke Alloh. Yen Malaikat loro iku teko lan ngelungguhake siro, sarto takon mangkene : Hai manungso! Sopo pengeranmu?, opo Agomomu?, Sopo Nabimu?, opo aqidahmu (I’tiqodmu)?, ngendi kiblatmu? lan opo sing mbok ucapake naliko siro urip lan mati?. Mulo jawaben kanti teges lan mantep Alloh Pangeranku. Yen siro ditakoni ambal kaping pindo, mulo jawaben Alloh Pangeranku, Yen pitakone diambali maneh kang kaping telu, mulo jawaben kanti teges dan mantep orang perlu wedi : Alloh Pengeranku, Islam Agamaku, nabi Muhammad Nabiku, Kitab Al-Qur’an panutanku, Ka’bah kiblatku, sholat limang wektu kewajibanku, muslimin-muslimat koncoku, urip lan patiku tansah netepi :

لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللَّهِ .

Hai ………….. bin / binti …………..! Gondelono temenan hujjah sing wis tak ajarake marang siro ini. Elingo menowo siro wus manggon ing Alam Barzah tumeko kiamat, yo iku wektu poro makhluk ditangeake songko kubure.
Ngertio!, menowo pati iku haq, Alam kubur iku haq, nikmate Alloh iku haq, sikso kubur iku haq, pitakone Malaikat Munkar-Nakir iku haq, dino ditangeake makhluq iku haq, hisab iku haq, syafaat kanjeng Nabi Muhammad iku haq, surgo iku haq, neroko iku haq, ketemu Gusti Alloh iku haq dan Alloh bakal nangeake menungso songko kubur iku haq. 

نَسْتَوْدِعُكَ اللّهُمَّ يَا أَنِيْسَ كُلِّ وَحِيْدٍ وَيَا حَاضِرًا لَيْسَ بِغَائِبٍ آنِسْ وَحْدَتَنَا وَوَحْدَتَهُ وَارْحَمْ غُرْبَتَنَا وَغُرْبَتَهُ وَلَقِّنْهُ حُجَّتَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.   وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. آمِيْنَ



---------------------------------------------------

Sumber : Buku “Tatacara NU Merawat Jenazah”, oleh Tim Penyusun PCNU Kota Surabaya, diterbitkan oleh PC.LTNNU Kota Surabaya, cet.1 - 2011.