Saturday 3 August 2013

DM - 13. MAYIT DAPAT MENGAMBIL MANFAAT PAHALA DARI AMAL ORANG YANG HIDUP






1. PANDANGAN IBNU TAIMIYAH DAN IBNUL QOYYIM AL-JAUZIYAH :

Ibnu Taimiyah mengatakan : "Mayit dapat mengambil manfaat dari pahala bacaan ayat-ayat Al-Qur`an dari orang yang hidup. Sebagaimana ia juga dapat mengambil manfaat dari pahala ibadah maliyah (ibadah bersifat harta benda) seperti shadaqah, wakaf, dan sejenisnya yang pernah ia lakukan selama masih hidup.

Ibnul Qayyim mengatakan didalam kitab Ar-Ruh, pada prinsipnya orang yang sudah mati dapat mengambil manfaat dari pahala amal shalih yang dilakukan oleh orang yang masih hidup. Hanya ahli bid'ah dan sebagian teolog (mutakallimin) saja yang mengatakan tidak sampainya hadiah pahala amal shalih dari orang yang hidup kepada mayit, termasuk juga doa.

Ibnul Qayyim lebih lanjut mengatakan : Amal shalih orang lain (masih hidup) yang pahalanya dapat diambil oleh mayit dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk :


Kedua :

Amal yang dilakukan orang lain itu ada kaitannya dengan usaha dan jasa dari mayit tersebut yang meliputi: shadaqah jariyah (infaq), ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh.

Rasulullah saw bersabda: "Jika anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputuslah segala amalnya, kecuali tiga perkara : 1) shadaqah jariah, 2) ilmu yang bermanfaat, dan 3) anak shalih yang mendoakannya." (HR Muslim, dari Abu Hurairah).

Pahala ketiga jenis amal tersebut secara otomatis sampai dan dapat diambil manfaatnya oleh mayit yang bersangkutan. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.  

1). Shadaqah jariyah adalah shadaqah yang bersifat "tahan lama" yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain dalam jangka waktu panjang, seperti mewakafkan tanah, bangunan, buku-buku, dan barang apa saja yang manfaatnya jangka panjang, untuk dijadikan sebagai sarana orang lain melakukan amal kebaikan pada umumnya. Misalnya tanah atau bangunan untuk masjid, sekolah, pondok dan kegiatan sosial; buku-buku keislaman untuk diambil ilmunya; dan sejenisnya. Selama sarana-sarana tersebut masih dapat dimanfaatkan oleh orang lain, maka orang yang mensedekahkannya akan menerima bagian pahala dari sejumlah orang yang memanfaatkannya itu, sekalipun ia sudah meninggal dunia.
2). Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu apa saja (ilmu agama dan ilmu umum) yang dapat diambil manfaatnya oleh orang lain untuk kebaikan, baik ilmu itu disebarluaskan melalui pengajaran, pengajian dan tulisan, maupun melalui prilaku baiknya atau suri teladannya (uswatun hasanah), yang kemudian dicontoh oleh orang lain. Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa melakukan kebiasaan yang baik dalam Islam, maka ia memperoleh bagian pahala dari perilaku baiknya itu dan bagian pahala dari orang-orang yang (meniru) melakukannya, tidak dikurangi sedikit pun. Dan barangsiapa melakukan kebiasaan yang buruk dalam Islam, maka ia memperoleh dosa dari perilaku buruknya itu dan menanggung dosanya orang-orang yang (meniru) melakukannya, tidak dikurangi sedikit pun" (HR Muslim, dari Jabir bin Abdullah).
3). Seorang anak menjadi sholih tidak lepas dari usaha orang tua, baik dalam bentuk bimbingan, pengarahan, pendidikan, doa, pemenuhan kebutuhan hidupnya,  maupun pemenuhan sarana dan prasarana yang lain. Maka setiap doa (ampunan dan kebaikan) yang diserukan oleh anak dapat diambil manfaatnya oleh orang tua yang telah wafat. Demikian pula setiap amal kebaikan yang dilakukan oleh anak-anaknya, maka orang tua pun akan mendapatkan bagian pahalanya.



Kedua :

Amal shalih yang dilakukan oleh orang lain itu tidak ada kaitannya dengan usaha dan jasa dari mayit tersebut. Misalnya doa (ampunan/kebaikan) kaum muslimin untuk mayit, pahala shadaqah, puasa, haji, serta pahala amal kebagusan lainnya seperti pahala dari bacaan Al-Qur'an, shalawat, "tahlil", dan dao-dzikir lainnya yang dihadiahkan kepada si mayit.


1). Doa kaum muslimin.

Allah berfirman didalam QS Al-Hasyr : 10 yang artinya: "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:


رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَ لِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَئُـوْفٌ رَحِــيْمٌ
 Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".

Rasulullah saw mengajarkan doa yang dibaca sewaktu menshalati jenazah :

أَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَـهُ وَ ارْحَمْـهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَ أَكـْرِمْ نُـزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ
"Ya Allah! Beri ampunan untuknya, rahmatilah ia, berilah ia 'afiyat, maafkanlah dosanya, muliakanlah tempat tinggalnya (kuburannya) dan luaskanlah liang kuburnya …" (HR Muslim, dari 'Auf bin Malik). 

Rasulullah saw mengajarkan "salam" yang diucapkan sewaktu memasuki area pekuburan kaum muslimin :

أَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ يَا أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. وَ إِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ.
"Kesejahteraan semoga dilimpahkan Allah kepada kalian, wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Dan kami – Insya Allah – akan menyusul kalian". (HR Muslim, dari 'Aisyah ra)


2). Pahala shadaqah, puasa dan haji.

Hadis dari Abdullah bin Abbas ra. Sewaktu ibunya Sa'ad bin Ubadah wafat, ia tidak ada disampingnya. Ia lantas menemui Rasulullah saw seraya berkata: "Ya Rasulullah! Ibuku wafat dan saat itu aku tidak ada disampingnya.  Apakah dia mendapatkan manfaat sekiranya aku bershodaqoh atas namanya?". "Ya", jawab beliau. (HR Bukhari)

Sahabat Buraidah ra meriwayatkan : sewaktu ia duduk-duduk di samping Rasulullah saw, seorang wanita tiba-tiba menemui beliau dan berkata, "Aku telah bershadaqah, yakni memerdekakan budak, atas nama ibuku yg telah wafat". Komentar beliau: "Engaku pun mendapatkan pahala dan warisannya juga engkau terima". Wanita itu bertanya, "Dia juga punya tanggungan puasa sebulan. Apakah aku  harus berpuasa atas namanya?". "Berpuasalah atas namanya", jawab beliau. Dia bertanya lagi, "Dia belum sempat haji sama sekali. Apakah aku harus menunaikan haji atas namanya?". Jawab beliau, "Tunaikan haji atas namanya". (HR Muslim).

Hadis di atas sebagai salah satu dalil: (1) bolehnya menshadaqahkan jamuan makanan-minuman dan "berkat" atas nama orang yang telah wafat, diberikan kepada orang-orang yang menghadiri "Tahlilan"; (2) keharusan mengqodho` puasa dan haji yang tidak sempat dilakukan orang yang mati.

Kata Ibnu Qoyyim lagi : "Sebaik-baik  pahala  yang  dihadiahkan  kepada   mayit  adalah pahala shadaqah, istighfar, mendoakan kebaikan untuk mayit, dan ibadah haji atas namanya. Adapun pahala bacaan ayat Al-Qur`an dan menghadiahkannya kepada mayit yang dilakukan secara sukarela dan bukan karena dibayar, hal ini sampai kepadanya sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji kepadanya".

Ibnul Qayyim mengatakan di bagian lain dari kitabnya : "Yang lebih utama ketika melakukannya (membaca Al-Qur`an), hendaknya diniati agar pahalanya diberikan Allah kepada si mayit. Dalam hal ini, tidak disyaratkan  keharusan melafalkan niat.




2. PANDANGAN ULAMA MADZHAB

Menurut madzhab syafi'iyah : Sesungguhnya hadiah pahala shadaqah, secara kesepakatan ulama, dapat sampai kepada mayyit. Khusus mengenai hadiah pahala bacaan ayat Al-Qur`an, Imam Syafi'iy sendiri memiliki dua fatwa :
a)   pahala bacaan itu sampai kepada si mayit, dan
b)   pahala itu tidak sampai kepada si mayit. Namun menurut imam Bujairimiy, bahwa fatwa imam Syafi'iy yang kedua tersebut tidak terpakai dalam madzhab Safi'iy. (Baca I'anatut Tholibin juz 3, hal. 221). Dan menurut pendapat yang terpilih di kalangan syafi'iyyah, sebagaimana yang dijelaskan didalam kitab Syarah al-Minhaj,  bahwa hadiah pahala bacaan tersebut dapat sampai kepada si mayit. 

Lebih lanjut syaikh Zainuddin al-Malibari dalam kitabnya: Fathul Mu'in pada bab "wasiat" mengatakan: "Fatwa imam Syaf'iy yang menyebutkan tidak sampainya hadiah pahala bacaan ayat Al-Qur`an itu adalah jika :
a)   tidak dilakukan dihadapan mayat, 
b)   tidak diniatkan/dihadiahkan untuk mayat, 
c)   Atau sudah diniati untuk dihadiahkan, tetapi tidak dimintakan kepada Allah agar disampaikan kepada mayat".

Imam an-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar an-Nawawiyah pada halaman 147 mengatakan: "Imam Syafi'iy dan sebagian besar sahabat beliau mengatakan : Sunnah membacakan sebagian ayat Al-Qur`an di hadapan mayat. Kalau Al-Qur`an itu dibaca sampai khatam di hadapannya, hal itu baik sekali".

Menurut madzhab malikiyah : Tidak ada perselisihan pendapat dalam hal sampainya hadiah pahala shadaqah kepada mayit. Yang masih diperselisihkan adalah tentang bolehnya menghadiahkan pahala bacaan Qur`an dan bacaan dzikir lainnya kepada mayit. Namun pada prinsipnya, madzhab ini tidak mengharamlkan, tapi sekedar memakruhkannya.

Pendapat ulama mutakhir : Boleh menyampaikan atau menghadiahkan pahala bacaan ayat Al-Qur’an dan Bacaan Dzikir lainnya, sebagaimana amaliyah yang sudah berjalan di tengah-tengah masyarakat kita seperti tahlilan, dan pahalanya pun dapat sampai kepada si mayit. Ibnu Farhun menukil suatu pendapat, bahwa pendapat tentang sampainya pahala bacaan inilah yang terunggul.

Didalam kitab Al-Majmu` yang ditulis oleh imam An-Nawawi disebutkan, bahwa al-Qadhi Abu Ath-Thayyib pernah ditanya mengenai mengkhatamkan Al-Qur`an di makam. Jawabnya : "Orang yang membacanya mendapatkan pahala. Sementara mayat (yang ada di makam itu) seperti orang-orang yang hadir menyimak, dimana ia berharap memperoleh rahmat dan keberkahan (dari bacaan Al-Qur`an). Atas dasar ini, maka membaca Al-Qur`an di makam adalah mustahab (sunnah). Selain itu, doa yang dibaca setelah membaca Al-Qur`an lebih mudah dikabulkan, dan doa tersebut dapat bermanfaat bagi si mayit.

Imam An-Nawawi didalam kitab Al-Adzkar menukil pendapat dari sekelompok ashabus-syafi'iy, bahwa pahala bacaan dari ayat Al-Qur`an, doa-dzikir dan sejenisnya, dapat sampai kepada si mayit, sama seperti pendapat yang dikemukakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan sekelompok ulama` lainnya.

Didalam kitab Al-Mizan al-Kubra yang ditulis oleh Imam Asy-Sya'rani dijelaskan, bahwa perselisihan pendapat tentang sampai atau  tidak sampainya  hadiah pahala  bacaan memang cukup terkenal. Masing-masing kelompok memiliki dasar sendiri-sendiri. Namun menurut madzhab Ahlissunnah Waljama’ah, bahwa seseorang hendaklah menghadiahkan pahala amalnya kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. (Lihat Al-Mizan al-Kubra pada akhir pembahasan mengenai Jenazah).

______________________________

*) Sumber : Disarikan dari :
1). Buku "DZIKRUL MAUT, mengintai perjalanan ruh orang mati", tulisan Achmad Suchaimi, dengan Kata Pengantar (Taqdim) oleh KH A. Mustofa Bisri, penerbit RoudhoH - Surabaya, cet. 1 - Mei 2004.
2). Kitab “AR-RUH”, tulisan Ibnu Qoyyim Al-Jauzi

Friday 12 July 2013

DM - 10. SANGGAHAN TERHADAP ORANG YANG MENGINGKARI ADANYA NIKMAT & SIKSA KUBUR *)







Kaum ateis, zindiq dan bahkan segelintir orang Islam mengingkari kenyataan adanya siksa kubur, pertanyaan munkar nakir, sempit dan luasnya ruang kubur, taman surga dan sejenisnya. Kata mereka, "Kami sudah membongkar kuburan, ternyata tidak ditemukan malaikat munkar-nakir, tidak ditemukan bekas-bekas siksaan; tak ada palu, linggis atau alat pemukul besi lainnya;  tidak ada kalajengking, ular, kobaran api dan lainyya. Badan mayat yang pada saat matinya bagus atau terpotong kakinya atau terkena tusukan tombak, ternyata tetap seperti semula. Demukian pula luas ruang kuburnya juga tetap seperti itu, tak ada perluasan dan penyempitan.

Sementara golongan ahli bid'ah dan sesat lainnya mengatakan: "Setiap Hadis yang tidak dapat diterima akal dan perasaan, itu menunjukkan kesalahan dan kebodohan orang yang mengatakannya. Kami pernah melihat orang mati diatas palang salib sekian lama, ternyata tidak terlihat malaikat yang menanyainya, tidak terdengar jawabannya, dan tubuhnya tidak bergerak. Orang yang mati dimakan ikan paus dan binatang buas lainnya, lalu bagian-bagian tubuhnya bercereran di mana-mana, bagaimana mungkin ia bisa ditanya kalau keadaannya tercecer seperti itu? Dan bagaimana mungkin kuburan seperti itu bisa berubah menjadi taman surga atau kubangan api, serta menjadi luas dan sempit?".

Menanggapi pengingkaran di atas, Ibnul Qayyim dalam buku Ar-Ruh memberikan sanggahannya :


Sanggahan Pertama.

Para Nabi dan Rasul tidak pernah mengabarkan sesuatu yang dianggap mustahil secara akal. Sesuatu yang mereka kabarkan itu ada yang secara langsung dapat ditangkap oleh akal dan ada yang tidak mampu ditangkap akal saja, tapi harus dibarengi dengan iman. Contohnya persoalan ghaib semisal rincian kondisi di alam barzakh, keadaan di akhirat (surga dan neraka), pahala dan siksa, dan semisalnya.

Pada dasarnya, pengabaran para Nabi dan Rasul secara akal tidaklah mustahil. Jika ada yang memandangnya sebagai sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal, hal ini tidak lepas dari salah satu dari dua sebab: (1) Bisa jadi pengkabaran itu mereka anggap bohong dan dusta sehingga mereka katakan tidak masuk akal. (2) Adanya keterbatasan akal manusia, atau bisa jadi akal mereka sendiri yang tidak waras dan tidak beres, sehingga tidak mampu menangkap sesuatu kebenaran yang ada di hadapannya.


Sanggahan Kedua. 

Pemahaman yang buruk dan kesalahpahaman terhadap firman Allah (Al Qur`an) dan sabda Rasulullah saw (Hadis) dapat menyebabkan seseorang melakukan bid'ah dan berpendapat ngawur. Sesatnya kaum muktazilah, jabbariyah, murji'ah, rafidhah, dan sekte sesat lainnya adalah lebih disebabkan oleh kesalahpahaman dan keburukan pemahaman mereka terhadap Islam. Mereka hanya menjadikan hawa nafsu sebagai panglimanya, dan bukannya wahyu. 


Sanggahan Ketiga.

Allah menciptakan manusia terdiri dari badan dan ruh. Kemudian menetapkan 3 tahapan tempat tinggal : (1) alam dunia, (2) alam barzakh, dan (3) alam kekekalan (surga dan neraka). Masing-masing tempat tinggal itu memiliki hukum sendiri-sendiri.

Hukum-hukum dunia berlaku untuk badan dan ruh yang menyertainya. Oleh karena itu, hukum syari'at diatur berdasarkan apa yang nampak pada gerakan lisan dan anggota badan, dan bukan pada jiwa (gerakan hati). Sedangkan hukum barzakh berlaku dan didasarkan kepada ruh dan badan yang menyertainya.

Di alam dunia, ruh lah yang harus mengikuti badan dalam hukum-hukum dunia, sehingga ruh ikut merasa senang dan menderita dikarenakan kesenangan dan penderitaan badan. Sedangkan di alam barzakh, badan harus mengikuti ruh dalam kenikmatan dan siksaan.

Di alam dunia, badan merupakan sesuatu yang nampak dan ruh merupakan sesuatu yang tersembunyi. Jadi, badan bagaikan kuburan bagi ruh. Sedangkan di alam barzakh, ruh merupakan sesuatu yang nampak, dan badan adalah sesuatu yang tersembunyi didalam kuburnya.

Hukum-hukum barzakh berlaku berdasarkan ruh, maka segala kenikmatan dan siksaan yang dirasakan oleh ruh berpengaruh dan menjalar ke badan. Sedangkan hukum-hukum dunia berlaku berdasarkan badan, maka segala kenikmatan dan siksaan yang dirasakan badan berpengaruh dan menjalar ke ruh. 

Kenali dan pahami betul persoalan di atas, agar kerancuan berfikir dan keraguan hati anda menjadi hilang.


Ilustrasi : Mimpi di tengah tidur.
Pada saat itu, yang merasakan kenikmatan dan siksaan hanyalah ruh, sedangkan badan sekedar mengikutinya. Apa yang dirasakan ruh saat bermimpi, ternyata berpengaruh pada badan dan nyata buktinya. Misalnya saja, seseorang bermimpi tangannya dipukul, ruhnya merasakan sakit. Setelah bangun dari tidurnya, dia memang merasakan sakit di tangannya persis seperti yang dialaminya saat mimpi.  Demikian pula mimpi-mimpi yang menyenangkan atau yang menakutkan lainnya.

Mungkin Anda pernah menyaksikan orang yang tidur tiba-tiba bangun (Jawa: ngelindur), lalu berjalan-jalan, pindah tempat, memukul, mendorong, atau ngomong sendiri, tertawa, menangis dan lain-lain. Seolah-olah saat itu ia dalam keadaan sadar atau jaga, padahal sedang tidur dan (badannya) tidak merasa melakukan perbuatan seperti itu. Setelah ia terjaga dan sadar, coba Anda tanyakan kepadanya, mengapa ia melakukan perbuatan tersebut, tentu ia tidak merasa melakukannya. Karena hukum yang berlaku saat itu adalah untuk ruh, sehingga ruh lah yang berperan (merasakan nikmat dan siksa), sementara badan hanya mengikuti atau terkena akibatnya.

Yang lebih menakjubkan, seseorang tidur di satu ranjang dan yang lain di tidur disebelahnya. Yang satu ruhnya merasakan kenikmatan (kesenangan) di tengah tidurnya dan pengaruhnya nampak pada badannya. Sementara yang lain merasakan siksaan (ketakutan) dan bekasnya nampak pada badannya. Keduanya tidak saling mengetahui apa yang telah terjadi pada masing-masing.

Jika ruh dapat merasakan seperti itu, dan badan hanya mengikutinya, maka begitu pula yang berlaku di alam barzakh, bahkan keadaannya lebih ngeri lagi. Di alam ini, kemandirian ruh lebih kuat dan sempurna, namun tetap terkait dengan badan dan tidak terputus sama sekali.  Dan ketika yaumul ba'ats, di saat manusia bangkit dari kuburnya, maka hukum yang berlaku adalah "Kenikmatan dan siksaan dirasakan atau berlaku terha-dap ruh dan badan secara bersama-sama".


Sanggahan Keempat.

 Hal-hal yang berkaitan dengan akhirat merupakan persoalan ghaib yang sengaja dibuat untuk tidak dapat diketahui manusia di dunia, dan hanya Allah swt yang lebih mengetahuinya secara pasti. Manusia hanya diberi sedikit pengetahuan tentangnya melalui firman-Nya dan lisan Rasulullah saw. Hal ini sebagai batu ujian untuk membedakan mana yang beriman dan mana yang tidak.

Pada awal proses kehidupan menuju ke akhirat, malaikat Izrail turun dan langsung duduk di dekat orang yang akan mati, lalu diikuti turunnya para malaikat sambil membawa kain kafan dan keranda mayat mengelilingi orang yang akan wafat. Orang yang akan wafat dapat melihat dan menyaksikan dengan mata kepalanya kehadiran mereka, serta mendengar pembicaraan mereka. Sementara kaum kerabat dan sahabat yang hadir di situ tidak mampu menyaksikan apa yang sedang dialami orang itu. Para malaikat pun juga ikut mengamini doa orang-orang yang hadir di situ. Para malaikat mengucapkan salam kepada orang itu, dan ia terkadang menjawab salam mereka dengan ucapan, dengan isyarat, atau dengan hatinya. Oleh karena sesuatu hal, ia tidak mampu mengucapkan dan memberi isyarat. Bahkan sebagiannya ada yang menyambut mereka dengan ucapan: "Ahlan wa sahlan wa marhaban". Peristiwa seperti ini telah disinggung Allah swt didalam firman-Nya di akhir surat Al-Waqi'ah : 83-96.

Cukup banyak atsar-atsar yang menceritakan peristiwa ini. Diantaranya adalah kisah wafatnya Umar bin Abdul Aziz seperti yang diketengahkan oleh Ibnu Abid-Dunya. Umar yang saat itu sedang sakit memerintahkan para pembantunya untuk mendudukkannya. Selanjutnya dia mengucapkan: "(Ya Allah), Engkau telah memerintahkan aku, lalu aku mengabaikannya. Engkau telah melarangku, lalu aku durhaka. (diucapkan tiga kali). Tetapi, La ilaha illallah, tiada tuhan selain Allah". Kemudian dia  mengarahkan kepalanya ke atas dan memusatkankan pandangannya pada suatu titik tertentu. Orang-orang di sekitarnya bertanya, "Kenapa engkau memandang  seperti itu, wahai Amirul Mukminin?". "Aku menyaksikan sekumpulan orang. Mereka nampaknya bukan manusia dan bukan jin", jawabnya. Tidak berapa lama  kemudian Umar bin Abdul Aziz wafat.

Kisah Khair an-Nassaj yang cukup terkenal. Sewaktu menjelang wafatnya, dia berkata-kata sendiri. Nampaknya ia sedang berdialog dengan malakul maut yang memberitahunya untuk dicabut nyawanya : "Sabar, sabar. Semoga Allah memberimu afiat. Apa yang diperintahkan kepadamu tidak akan dapat dihindari. Dan apa yang diperintahkan kepadaku juga tidak akan lolos". Selanjutnya ia minta air untuk wudhu dan ia pun shalat. Kemudian ia berkata, "Sekarang laksanakan apa yang telah diperintahkan Tuhanmu kepadamu". Setelah itu, Khair an-Nassaj meninggal dunia.

Dikisahkan dari Fadhalah bin Dinar : Sewaktu menjelang ajal, Muhammad bin Wasi' berkata kepada Malakul maut yang ia saksikan, "Selamat datang wahai para malaikat. Laa haula walaa quwwata illaa billah". Saat itu pula Fadhalah mencium bau yang sangat harum yang tidak pernah ia temui sebelumnya. Setelah seseorang melihat matanya, ternyata ia sudah wafat.


MISTERI KEMATIAN.

 Berikut ini ringkasan tentang misteri proses kematian yang dijelaskan oleh beberapa riwayat shahih, namun tidak mampu disaksikan oleh orang-orang yang masih hidup di sekitarnya.

1). Ketika akan mencabut nyawa, malaikat Izrail berkata kepada orang itu agar ruhnya keluar, namun orang-orang yang hadir tak mampu melihat dan mendengarnya.
Allah swt secara gamblang menjelaskan pencabutan nuawa didalam firman-Nya :

وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُوْنَ فِيْ غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَ الْمَلائِـكَةُ بَاسِطُوْا أَيْدِيْهِمْ أَخْرِجُوْا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَقَوْلُوْنَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُوْنَ

"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.." (QS Al-An'am : 93) 


2). Saat keluar dari badan, ruhnya berbau wangi (bagi mukmin) atau busuk (bagi kafir, munafik, fasik), namun mereka yang hadir tak mampu mencium baunya.
3). Ruh lalu dibawa para malaikat ke langit dan mereka yang hadir tak mampu menyaksikannya.
4). Setelah itu, ruh datang lagi menyaksikan badannya yang sedang dimandikan, dikafani, dishalati dan diusung, sambil berkata: "Bawalah aku!", atau "Aku akan kalian bawa kemana?".  Dan tak seorang pun yang hadir mendengarnya saat itu.
5). Sewaktu jenazah diletakkan di liang kubur dan tanah diratakan, Munkar dan Nakir datang. Tanah, batu, cor-coran liang kubur, dan bahkan jin pun tak mampu menghalangi kedatangan kedua malaikat itu. Tidak ada seorang pun pelayat yang menyaksikannya.
6). Liang kubur dapat menjadi luas atau menyempit sampai meremukkan tulang-tulang, ini adalah bagi si ruh, dan bukan bagi badan. Badan tetap menempati liang seukur badannya. Kalaupun ada orang yang menggali lubang bekas kuburan, lalu menemukan tulang-tulang dalam keadaan tidak remuk, hal ini bukan berarti tidak ada siksa kubur. Boleh jadi Allah telah mengembalikannya ke keadaan semula, yakni sebelum tulang remuk berceceran.
7). Kuburan merupakan kubangan neraka (bagi orang kafir) dan taman surga (bagi orang mukmin). Kobaran api dan tetumbuhan hijau di alam kubur tidak sama dengan api dan tetumbuhan di alam dunia. Api yang dirasakan mayit di alam kubur itu lebih panas daripada api di dunia, dimana yang masih hidup tidak bisa  merasakannya. Kalaupun ada orang hidup yang lewat di atas tanah kuburan orang kafir, ia tentu tidak akan merasakan panasnya tanah tersebut, namun penghuninya merasa sangat panas.
8). Yang lebih menakjubkan, satu liang kubur yang ditempati dua orang mayit yang berbeda amalnya, masing-masing mayit itu tidak bisa merasakan apa yang sedang dialami dan dirasakan oleh temannya itu, satu di taman surga dan yang lain di kubangan neraka.

Dari sini dapat disimpulkan, bahwa apa yang dikatakan orang zindiq, ateis dan ahli bid'ah yang  megingkari adanya siksa kubur merupakan usaha pendustaan terhadap kebenaran firman Allah dan sabda Rasulullah saw.


Sanggahan Kelima.

Persoalan siksa dan nikmat kubur termasuk masalah ghaib dan dirahasiakan, sehingga manusia tidak dapat melihat dan mendengar kejadian didalam kubur . Salah satu hikmahnya adalah sebagai ujian apakah seseorang mengimani hal-hal yang ghaib semisal siksa dan nikmat kubur ataukah tidak. Jika tidak dirahasiakan, maka tidak ada artinya iman kepada hal yang ghaib.

Namun Allah swt Maha Kuasa dan Berkehendak. Kalau Dia menghendaki hamba-Nya untuk mengetahui yang ghaib, maka tidak mustahil bahwa Tabir tebal yang menutupi keghaiban selama ini akan menjadi tersingkap, sehingga ia mampu menyaksikan apa terjadi di alam itu seperti siksa dan nikmat kubur. Misalnya Rasulullah saw mampu melihat dan mendengar seseorang yang disiksa didalam kuburnya. Begitu pula beberapa sahabat, tabiin, kaum shalihin dan orang awam lainnya.

Ibnu Abid-Dunya meriwayatkan dalam Kitabul Qubur dari Asy-Sya'bi, bahwa seorang sahabat bilang kepada Rasulullah saw : "Aku berjalan di daerah Badar. Tiba-tiba aku melihat seseorang muncul dari dalam tanah. Ia dipukuli orang lain dengan cambuk besi, hingga orang itu lenyap dari permukaan tanah. Lantas ia muncul lagi dan dipukuli sampai lenyap dari permukaan tanah". Beliau saw bersabda, "Orang yang dipukuli itu adalah Abu Jahal bin Hisyam. Dia disiksa seperti itu sampai hari kiamat"  .

Ibnu Abid-Dunya juga meriwayatkan hadisnya Sufyan, dari Dawud bin Shabur, dari Abu Quza'ah, dia berkata: "Kami melewati mata air diantara daerah kami dan Basrah. Tiba-tiba kami mendengar ringkikan keledai. Kami tanyakan suara itu kepada penduduk. Mereka bilang : "Itu suara seseorang yang kuwalat oleh ibunya, karena ia pernah marah dan berkata kasar kepada ibunya: 'Meringkiklah terus dengan ringkikanmu'. Setelah orang itu meninggal dunia, dari arah kuburnya terdengar suara ringkikan tersebut setiap malam".

Amr bin Maimun pernah mendengar kisah dari khalifah Umar bin Abdul Aziz: "Aku termasuk orang yang meletakkan jenazah Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik di liang kuburnya. Aku melihat kedua lututnya tiba-tiba menekuk sendiri hingga menempel lehernya. Anaknya yg ikut menyaksikannya bertanya: 'Apakah ayahku masih hidup? '. Aku jawab, bahwa dia sudah wafat".  Setelah kejadian itu, Umar mendapatkan pelajaran berharga. Sewaktu melantik Yazid bin Maghlab sebagai gubernur di Irak, dia berpesan : "Bertakwalah kepada Allah, wahai Yazid, karena aku pernah meletakkan jenazah Al-Walid di liang kuburnya, tiba-tiba posisinya berubah sendiri didalam kafannya".


Sanggahan Keenam.

Allah swt Maha Kuasa dan Berkehendak. Dia mampu mengadakan sesuatu yang menakjubkan kepada orang yang dikehendaki-Nya berkaitan dengan hal-hal gaib. Dan Allah sengaja menyembunyikan banyak hal yang terjadi di dunia ini, padahal semua itu ada di sekitar mereka. Misalnya malaikat Jibril dalam bentuk seorang lelaki berdialog dengan Nabi saw, sementara para sahabat di sekitar beliau tidak mampu melihat dan mendengar isi dialognya. Wahyu turun kepada beliau terkadang diiringi gemerincingnya suara lonceng , beliau merasa berat sampai berkeringat, namun orang-orang di sekeliling beliau tidak mampu mendengar dan merasakannya. Para jin di sekitar rumah kita berbicara bersama temannya dengan suara keras, sementara kita tidak mampu mendengarnya, namun ada beberapa orang yang justru mampu menyaksikan dan mendengarkan omongan para jin itu. Demikian pula soal siksa kubur, malaikat menyiksa dan memukuli dengan cambuk besi di kuburnya, namun orang-orang di sekitar lokasi tidak mampu menyaksikan dan melihatnya.

Diantara hikmah Allah swt sengaja menyembunyikan hal-hal ghaib, terutama urusan akhirat, nikmat-siksa kubur dan sejenisnya, adalah agar manusia bisa hidup tenang di dunia, sekaligus sebagai ujian bagi keimanan mereka. Jika Allah membukakan rahasia siksa-nikmat kubur dan urusan akhirat yang lain kepada manusia, sehingga mereka dapat menyaksikannya secara langsung, lalu apa jadinya nanti?. Bisa jadi kehidupan mereka tidak akan tenang dan mereka akan dihantui oleh rasa ketakutan, sehingga mereka tidak ada yang berani menguburkan jenazah, berjalan di sekitar lokasi kuburan, berziarah kubur dan lain-lain.

Seandainya ada jenazah yang sengaja digeletakkan atau tidak dikuburkan, hal ini tidak menghalangi Munkar dan Nakir menemuinya dan bertanya kepadanya. Sebagai perbandingan nyata : Seorang tidur disamping temannya. Ia bermimpi disiksa dan dipukuli. Ia merasakan sakitnya siksaan tersebut, namun teman di sampingnya sama sekali tidak mengetahui apa yang sedang dialami dalam mimpinya. Bahkan tidak jarang setelah bangun dari tidur, badannya merasa sakit. Demikian pula tentang jenazah yang dikubur didalam liang tanah dan ditutupi batu, atau liang terbuat dari cor-coran semen dan besi, tidak mustahil Munkar dan Nakir mampu menembusnya, karena Allah swt menjadikan tanah, batu, corcoran semen dan besi bagi malaikat itu bagaikan udara yang mampu ditembus dan dilewati oleh burung, atau bagaikan air bagi ikan.


Sanggahan Ketujuh.

Tidak ada halangan bagi ruh untuk dikembalikan kedalam badannya yang tersalib, terbakar, tenggelam, dimakan binatang buas dan lain-lain. Sekalipun anggota badannya tercecer di berbagai tempat terpisah, berjauhan, atau mungkin sudah lenyap. Persoalan ini termasuk masalah ghaib yang tidak mampu ditangkap oleh panca indra manusia.

Selain itu, masing-masing anggota badan dapat merasakan siksa dan nikmat di barzakh. Jangankan anggota badan yang terpisah, hewan, tetumbuhan dan benda mati pun dijadikan Allah swt memiliki rasa, seperti sakit (merintih), takut, memuji, tunduk dan bertasbih kepada-Nya. Namun kita manusia tidak mengetahuinya dengan panca indra. Sebagaimana yang disinggung didalam beberapa ayat Al Qur`an, diantaranya QS Al-Isra`:44 dan QS Al-Hajj: 18.

Jika hewan, tetumbuhan dan benda-benda mati saja memiliki rasa, apalagi badan manusia yang ditinggalkan ruhnya sekalipun tercecer di tempat-tempat yang terpisah, tentu ia lebih layak untuk merasakan. Bagi Allah, hal ini tidak mustahil terjadi, sebagaimana tidak mustahilnya ruh dikembalikan ke badan yang dinyatakan sudah lenyap, tercecer dan lain-lain.

Dalam beberapa ayat Al Qur`an disebutkan beberapa kasus kembalinya ruh ke badan yang sudah mati. Misalnya orang mati yang dihidupkan lagi oleh nabi Isa atas izin Allah. Di jaman Nabi Musa, seseorang yang mati akibat dibunuh anak angkatnya ternyata hidup kembali setelah dicambuk dengan ekor sapi oleh Nabi Musa. Atas izin Allah, Nabi Ibrahim menghidupkan kembali burung yang mati, setelah badannya dipotong-potong dan diletakkan di beberapa tempat yang berbeda. Allah juga menceritakan kasus serupa dalam firman-Nya :

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوْفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمَ اللَّهُ مُوْتُوْا ثُمَّ أَحْيَاكُمْ
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu", kemudian Allah menghidupkan mereka." (QS Al Baqarah : 243).

أَوْ كَالَّذِيْ مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوْشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِيْ هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا. فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَ يَوْمٍ. قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ, فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَ انْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَ لِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوْهَا لَحْمًا. فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَـدِيْرٌ
"Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yg melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini? " Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu"." (QS Al-Baqarah : 259)


Sanggahan Kedelapan.

Posisi kehidupan di alam barzakh (alam kubur)  terletak di tengah-tengah antara kehidupan dunia dan akhirat. Siapapun orangnya yang sudah mati, mereka akan hidup di alam ini, baik yang mayatnya dikubur, disalib, digantung di pohon, dimakan binatang buas, tenggelam, terbakar, maupun yang tercecer di tempat yang terpisah. Semuanya tidak akan lolos, dan akan mengalami nikmat dan siksa kubur.

Kehidupan di alam barzakh dengan berbagai siksa dan nikmatnya merupakan kehendak Allah swt. Semua unsur alam tunduk patuh kepada perintah, kekuasaan dan kehendak-Nya. Kalau Allah sudah berkehendak, tiada satu pun makhluk yang mampu membangkang. Jika ada manusia yang mengingkari masalah ini, berarti ia mengingkari atau kufur kepada Allah. 


Sanggahan Kesembilan.

Allah swt telah menetapkan dua tempat kembali dan dua kebangkitan setelah kematian manusia, disertai dengan pembalasan sesuai dengan baik-buruknya amal selama hidup di dunia.

Pada kebangkitan pertama (shughra), ruh manusia dipisahkan dari badannya (mati), lalu keduanya dikembalikan atau dihubungkan dalam rangka menerima pembalasan yang pertama di alam barzah. Sedangkan pada kebangkitan kedua (kubro), Allah mempersatukan ruh dengan badannya secara sempurna dan membangkitkannya dari kuburnya, untuk menerima pembalasan yang kedua, di surga atau neraka. Kedua jenis kebangkitan ini disinggung Allah swt didalam surat Al-Mukminun, Al-Waqi'ah, Al-Qiyamah, Al- Fajr, Al- Muthaffifin dan lain-lain.

 Kesemuanya ini mencerminkan keadilan Allah swt kepada manusia. Karena alam dunia merupakan tempat pembebanan kewajiban (taklif). Disamping juga sebagai ujian, apakah mereka mau melaksanakan beban kewajiban tersebut ataukah tidak, apakah mereka beramal baik ataukah huruk!. Bagi yang telah melaksanakan beban kewajiban, lalu melakukan berbagai amal kebaikan, adalah hak bagi mereka (baik ruhnya maupun badannya) untuk menerima balasan kenikmatan di alam barzakh dan akhirat (surga). Sebaliknya bagi yang tidak melaksanakan beban tersebut, lantas melakukan amal keburukan, maka sangat layak mereka menerima balasan siksaan di alam barzakh dan akhirat (neraka).

Ringkas kata: Alam dunia adalah tempat pembebanan kewajiban agama, dan bukan tempat pembalasan, sehingga balasan tidak tampak di sini. Sementara alam barzah merupakan awal tempat pembalasan berupa siksa dan kenikmatan. Sedangkan alam akhirat (surga atau neraka) merupakan kelanjutan dari pembalasan secara sempurna.


Persoalannya :
Apakah siksa kubur itu terus menerus ataukah terputus?

Jawabannya :
bisa terus-menerus dan bisa terputus atau tidak terus menerus.

Pertama, siksa kubur terjadi terus menerus, ditunjukkan oleh beberapa alasan dalil :

1). QS Al Mukmin ayat 46 menjelaskan tentang siksa kubur bagi Fir'aun dan kaumnya: "Kepada mereka di-nampakkan neraka pada pagi dan petang".
2). Hadis Ibnu Abbas tentang orang penghuni kubur yang menangis disiksa, lalu Nabi menyuruh meletakkan potongan pelepah batang kurma seraya bersabda, "Barangkali pelepah kurma ini dapat meringankan siksa keduanya selama belum kering". Artinya, kalau pelepah itu mengering, mayit akan disiksa lagi.
3). Hadis Barra' bin Azib tentang orang kafir yang diperlihatkan pintu neraka kepadanya sampai hari kiamat. 

Kedua, Siksa kubur berhenti hingga waktu tertentu, lalu terputus. Siksaan jenis ini ditimpakan kepada sebagian orang mukmin yang durhaka dan berdosa ringan. Siksanya seimbang dengan dosanya. Di neraka pun siksanya menjadi semakin ringan, lalu dibebaskan sama sekali dari siksa neraka dan dipindah ke surga setelah dosanya benar-benar habis. 

Siksa kubur juga dapat terputus karena kiriman doa, istighfar, shadaqah, pahala haji atau bacaan dari kerabatnya yang masih hidup.

1). Ibnu Abid Dunya pernah diberitahu oleh Ahmad bin Yahya, bahwa ia diberitahui oleh rekannya, "Saudaraku wafat, aku bertemu dengannya dalam mimpi dan bertanya, "Bagaimana keadaanmu saat diletakkan di liang kubur?". Jawabnya, "Ada seseorang yang mendatangiku seraya membawa bara api. Seandainya tidak ada seseorang yang berdoa memohonkan ampunan untukku, tentu aku sudah dipukuli dengan bara api itu".
2). Amr bin Jarir berkata, "Jika seseorang berdoa memohonkan ampunan untuk saudaranya yang wafat, maka ada seorang malaikat yang mendatanginya didalam kubur sambil bilang, "Hai penghuni kubur yang terasing! Ini hadiah dari saudaramu".
3). Basyar bin Ghalib bercerita: "Aku mimpi bertemu Rabi'ah yang sebelumnya aku sering berdoa memohonkan kebaikan untuknya. Ia berkata, "Wahai Basyar! Hadiah-hadiah (pahala dan doa) darimu datang kepada kami berupa cahaya yang terang dan dibungkus dengan kain sutra". Pertanyaanku kepadanya, "Bagaimana hal itu bisa terjadi?". Jawabnya, "Begitulah doa-doa kaum mukminin yang masih hidup untuk saudara mukminnya yang wafat, sampai doa itu dikabulkan. Hadiah itu diletakkan di kain sutra, lantas para penghuni kubur mendatanginya, kemudian dikatakan kepadanya: ‘Ini adalah hadiah dari si Fulan untuk kamu".


______________________________________
 
*) Sumber : Disarikan dari :
1). Buku "DZIKRUL MAUT, mengintai perjalanan ruh orang mati", tulisan Achmad Suchaimi, dengan Kata Pengantar (Taqdim) oleh KH A. Mustofa Bisri, penerbit RoudhoH - Surabaya, cet. 1 - Mei 2004.
2). Kitab “AR-RUH”, tulisan Ibnu Qoyyim Al-Jauzi